Minggu, 26 Januari 2014 | By: Unknown

Sebaris Doa Untuknya

(Oleh: Andrew A. Navara)


Sidoarjo, 02 Desember 2013

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Tak terasa waktu begitu cepat sekali. Baru saja seperti kemarin aku merasakan tahun baru yang begitu ramai, dengan ledakan yang membisingkan telinga namun memberikan warna yang indah di atas langit sana. Semuanya beradu suara dan beradu menunjukkakn keelokan warnanya. Dan kini hampir sudah berada diujung akhir tahun dua ribu tiga belas ini yang penuh dengan warna, suka dan begitu pun dengan duka yang medalam.
Memang tak seharusnya kita membenci akhir tahun, karena apa yang menjadi target kita belum tergapai di tahun ini. Bukankah akhir tahun ini bisa menjadi evaluasi diri untuk lebih baik melakukannya dan meraih sesuatu itu penuh semangat untuk di tahun yang akan datang dalam hitungan minggu ini ??
Tahukah kau, sahabat. Tahun dua ribu tiga belas ini, sangat berkesan sekali untukku. Aku menemukan satu sahabat perempuan yang dipertemukan oleh sahabatku, yang kini menjadi sahabat baiknya juga.
Aku menyesali pertemuanku dengannya. Mengapa kita dipertemukan dalam waktu ini. Tidak pada waktu silam puluhan tahun yang lalu. Ketika kami semuanya masih memakai seragam putih-biru. Namun Aku tidak menyesali secara penuh, karena aku masih diberi kesempatan bisa mengenalnya. Dan aku harap mengenalnya hingga akhir waktuku kelak.
Aku salah menafsirkan sifatnya ketika dulu. Ia perempuan yang begitu antusias ketika menjelaskan sesuatu kepada temannya. Tidak hanya rangkaian kata-katanya yang meyakinkan, tetapi juga dengan gerak tubuh dan matanya pun ikut berbicara dengan apa yang ia rasakan dan ia berikan kepada temannya.
Mungkin ia juga salah menafsirkan diriku, ketika itu. Yang enggan bertegur sapa, meskipun kita bertemu dan saling menatap muka satu sama lain. Aku yang terlalu dingin dengan sikapku. Tak terlalu banyak kata maupun bertegur karena tak ada bahan yang penting untuk menjadi pembicaraan. Terlebih tidak suka sekali dengan basa-basi ketika pertemuan dengan menatap wajah masing-masing.
Mengenalnya dalam waktu begitu lama merobohkan tafsiranku itu kepadanya. Ia sangatlah dewasa sekali dalam pemikirannya. Justru bisa dibilang ia paling dewasa jika dibandingkan dengan aku dan sahabatku yang membertemukan kami. Walaupun ia lebih muda satu tahun dari kami berdua. Tidak hanya itu. Dia juga menjadi guru spiritual. Mungkin bisa lebih dari itu ketika aku bertemu dengannya. Banyak cerita-cerita gila yang kita ceritakan dengan selingan canda, tawa, darinya.
Sahabat yang begitu baik sekali. Ia meluangkan waktunya untuk mendengarkan segala keluh, kesah dariku yang sangat membutuhkan dia. Mungkin bisa dibilang dia menjadi teman sekaligus sahabat curahan hatiku. Begitupun juga denganku tenunya, mengusahakan sebaik mungkin seperti dirinya, menjadi tempat curahan hatinya.
Kerap ia merasa sungkan denganku, dengan kalimatnya yang membuatku bosan sekali mendengarkannya berkali-kali darinya setiap kali ia selesai bercerita. Meskipun aku sudah menjelaskan aku tak akan pernah lelah dengan semua cerita yang ingin dicertakannya kepadaku.
Maaf kalau aku semua ceritaku yang tidak penting ini membuat telingamu lelah, cerita yang mungkin menjadi sampah, dan kau tempat sampahku. Dan itulah kalimat yang sering ia keluarkan dulu. Tetapi tidak untuk saat ini. Ketika aku mengatakan, tidak semua yang kau katakan itu sampah untukku. Sampah yang kau ucapkan itu suatu saat akan membuahkan hasil yang lebih dari yang kau sangka. Dan aku juga akan memperlakukan sama dengan dirimu yang memperlakukanku dengan penuh sabar dan keluan waktumu untuk mendengarkan sampahku juga bukan ?
Tahukah engkau. Aku membenci satu tagline yang kini menjadi kenyataan. Setiap pertemuan akan berakhir dengan perpisahan. Ia pergi begitu jauh dari tempat kami biasa bertukar cerita satu sama lain. Ia pergi untuk melakukan tugasnya setelah ia lulus menjadi seorang sarjana pada umumnya. Ia pergi mencari sumber penghidupannya untuk dirinya sendiri dan keluarganya kelak.
Memang perpisahan ini tidak berarti putus dalam hubungan berkomunikasi dengannya dan masih saja kita bisa bertukar kabar dan cerita melalui jejaring sosial. Tetapi pertemuan dengan tatap muka dan secara online melalui jejaring sosial sangatlah berbeda jauh rasanya bukan ?? Mungkin kau juga pernah merasakan apa yang kurasakan saat ini dengan sahabatku itu.
Rangkaian doa dan beberapa kalimat sederhana teruntuknya ingin kusampaikan kepadanya, melalui udara.
Semoga dirimu di sana selalu dalam lindungaNya. Tetaplah terus menjadi seorang perempuan yang aku kenal sebagai sahabat sampai kapanpun.
Dan inginku ketika persahabatan ini terpisahkan oleh dimensi lain, kelak kau selalu mengingatku. Kalaupun jika memang aku yang pertama berada di dimensi lain itu, aku adalah orang yang paling bersyukur karena dipertemukan oleh seorang sepertimu yang kukenal pada kali pertamanya, selalu mengakhiri emosimu yang sesaat dengan kata indah yang nyaman di dalam hati, ‘maafkan perbuatanku.’ Kata yang seakan kau yang salah, walaupun sebenarnya aku yang salah.

Wa’alaikum salam Wr. Wb.

Salam teruntuk sahabatku, Nur Fitriani


 (Salah satu karya yang pernah saya ikutkan dalam satu event.
 Namun belum beruntung ketika itu...)








0 komentar:

Posting Komentar