Inspirasi-Ku
03 Maret 2013 ( Guntur Alam )Kita akan coba diskusi dengan nara sumber penulis yang pasti sudah sahabat kenal melalui karya2nya yang bertebaran di media. Mas Guntur Alam
Belain lahir di Tanah Abang, Muara Enim, Sumatera-Selatan, 20 November 1986. Menyelesaikan Pendidikan di Teknik Sipil Universitas Islam “45” Bekasi. Belajar menulis di Bengkel Cerpen Nida, Majalah Annida, Utan Kayu, Jakarta.
Berkenalan
dengan tulis-menulis lewat cerpen. Cerpen-cerpennya dimuat di koran Kompas,
Tempo, Jawa Pos, Republika, Suara Merdeka, Suara Pembaruan, Seputar Indonesia,
Lampung Post, Surabaya Post, Radar Surabaya, Jurnal Bogor, Tribun Jabar, Batam
Pos, Sijori Pos, Berita Pagi, Annida, Annida-Online, Femina, Paras, Sabili,
Ummi, Al-Mujtama, Story, Kartini, Aulia, Cempaka, Nova, NooR, Kartika, JOe
Fiksi, dan lain-lain.
Novel terbarunya: JURAI - Kisah Anak-Anak Emak di Setapak Impian, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Februari 2013.
Yok kita mulai aja diskusinya ya... semoga sinyal pada ok...
Novel terbarunya: JURAI - Kisah Anak-Anak Emak di Setapak Impian, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Februari 2013.
Yok kita mulai aja diskusinya ya... semoga sinyal pada ok...
Guntur
Alam Nah, saya ikuti irama diskusi di sini. Temanya
tentang menulis CERPEN di Media Massa. Mohon jangan melenceng terlalu jauh ya.
Terima kasih.
Kamiluddin
Azis Iya Mas tidak apa-apa... nanti saya selang dengan mention sahabat yg
lain nggak apa2 ya Mas. Dan sambil nunggu, kalau boleh saya bertanya : Apakah
menjadi cerpenis dan menulis di berbagai media itu sudah menjadi pilihan Mas
atau merupakan batu loncatan atau semacam mengumpulkan kekuatan untuk membuat
sebuah karya yang lebih besar?
Marlyn
SaimaruChrist BlueAngel Kalau boleh berbagi, bagaimana sih pengalaman pertama
Kak Guntur saat mengirimkan cerpen ke media? Kan yang namanya pemula, nama
belum terkenal, tentu sulit..
Lely
Erwinda Malam mas Guntur Alam. Wah, keren
nih. karyanya sudah bertabur di mana-mana. Sejak kapan naskahnya mulai dimuat
oleh media massa?
Muhammad
Yusuf Abdillah Salam kenal mas Guntur. saya sering baca status2 FB
mas.
Mas penulis novel ya?. Sejak kapan suka menulis mas?. dan awalnya genre apa nulisnya?.
Mas penulis novel ya?. Sejak kapan suka menulis mas?. dan awalnya genre apa nulisnya?.
Guntur
Alam Ok, tidak masalah untuk mention teman-teman yang
lain.
Awal menulis cerpen, saya nggak pernah mikir ini sebagai batu loncatan atau bukan. Saya hanya menulis saja. Karena saya senang membaca dan saya pikir akan asyik jika saya menulis cerita versi saya sendiri.
Awal menulis cerpen, saya nggak pernah mikir ini sebagai batu loncatan atau bukan. Saya hanya menulis saja. Karena saya senang membaca dan saya pikir akan asyik jika saya menulis cerita versi saya sendiri.
Kamiluddin
Azis Hardy Zhu, Lely
Erwinda, Aldy Istanzia Wiguna, Anung D'Lizta, Aiman Bagea
di wall sini ya diskusinya, silakan bertanya sesuai tema agar kita bis abelajar
dari Mas Guntur Alam
Guntur
Alam Iya, memang sulit pas pertama kali. Saya ditolak
terus. Bahkan saya nulis cerpen dari tahun 2002 awal, saat SMK, baru bisa
nembus Annida dan dimuat tahun 2004 akhir.
Guntur
Alam Sejak 2003 tulisan nonfiksi saya dimuat Annida, awal
berkenalan dg tulismenulis dg media ini. Untuk cerpen dimuat akhir 2004.
Guntur
Alam Awalnya suka baca sejak SD. Tertarik nulis karena
berkenalan dengan majalah Annida semasa di SMK. Awalnya nulis segala genre,
artikel, cerpen, dll.
Gagak
Sandoro Sampai pada akhirnya tembus jadi penulis pilihan kompas itu mantab.
Guntur
Alam Ya, saya mulai berani kirim ke Kompas sekitar akhir
2009, tak menyangka hanya butuh waktu 6 bulan, saya bisa dimuat Kompas. Dan
tahun 2011 salah satu dari 2 cerpen saya yang dimuat tahun itu, terpilih jadi
cerpen pilihan Kompas 2011.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic berapa kli ditolak penerbit mayor?
Lely
Erwinda Sempet putus asa nggak, saat naskahnya ditolak terus? Atau mas Guntur Alam justru makin termotivasi untuk
bangkit?
Kamiluddin
Azis Kalau saya baca cerpen2 Mas ini banyak yg bernuansa lokalitas, tetapi
baru2 ini saya juga baca cerpen mas yg meremaja. Sebenarnya ada pilihan genre
atau tema tertentu yang coba Mas sampaikan dalam cerpen2 mas?
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Guntur Alam itu
masih semarga ma putra alam ya?
Guntur
Alam Sebenarnya tema kita menulis cerpen di media massa
ya, Ririen. Tapi baiklah, tak apa-apa. Sering sekali ditolak. Puluhan kali
kayaknya. Tapi saya nggak nyerah. Ajaibnya ketika pertama kali nawari naskah
novel ke GPU, langsung diterima. Mungkin karena proses saya sudah lebih baik
dari yang dulu-dulu --saat ditolak itu.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic *tepok jidat internet lola. jadi pas kirim ke gpu
langsung deal? itu ada doa khusus gak?
Marlyn
SaimaruChrist BlueAngel Kakak punya tips khusus gak untuk yang akan mengirim
cerpen ke media? Kan, yang kirim cerpen ke media itu bukan satu, dua, bagaimana
caranya menarik perhatian media dan meyakinkannya agar cerpen kita layak untuk
dimuat?
Guntur
Alam Sempet putus asa, Lely
Erwinda. Saat tahun 2005, ketika saya sudah "kursus" menulis
di Annida, tulisan saya dimuat. Terus tidak dimuat lagi sampai bebrulan-bulan.
Akhirnya saya berpikir, saya nggak bakat nulis. Dan berhenti nulis selama 2006.
Saat 2007, pas kuliah, saya main ke kost teman dan nemu majalah Sabili, baca cerpen
di sana. Saya pikir, cerpen-cerpen saya cocok dg media itu. Saya kirim dan
langsung dimuat. Itu memberi pelajaran: Jangan fokus dengan satu media, banyak
media lainnya. Gak cocok di media A, belum tentu di media B. Ini masalah
selera. Sejak itu saya bangkit dan tulisan saya mulai merambah Femina, dll.
Guntur
Alam Alam bukan marga, Ririen. Doa khusus? Gak ada. Yang
penting terus menerus belajar dan perbaiki kualitas tulisan dg rajin berlatih
dan banyakin baca buku bermutu.
Guntur
Alam Tips khususnya: Ada di BADAN email kita, Marlyn SaimaruChrist BlueAngel. Di sana kunci apa
cerpen kita akan dibaca atau tidak. Jika gak dibaca, bagaimana mau dimuat? Nah,
di badan email, kamu harus buat pengantar yang bisa "menjual"
cerpenmu.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic selain usaha pasti doa juga dong ya. kan tuhan yang
menentukan. tembus mayor untuk keberuntungan
Ririen
Narsisabiz Pashaholic mas Guntur Alam contohin
dong pengantar yang menjual cerpen
Guntur
Alam Itu kreativitas masing-masing penulis. Kalau
"mencontoh" dan sama, redakturnya agak males. Ini dunia kreatif, kita
selalu dtuntut untuk berinovasi. Inti badan emailmu: Menjelaskan apa isi
cerpenmu, mengapa layak muat, dan kenapa dia berbeda dengan cerpen orang lain.
Itu saja.
Lely
Erwinda penulis memang harus tahan banting, ya. Entah gimana kalo saya yg
ngalamin. saya sendiri malah belum pernah coba kirim naskah ke media. oh, ya
mas Guntur Alam. Biasanya 1 naskah cerpen
membutuhkan waktu berapa lama untuk menyelesaikannya?
Kamiluddin
Azis Mas Guntur Alam ada pertanyaan saya
di atas yg belum terjawab, soal genre. Tapi saya sambung lagi deh, setelah
banyak cerpen dimuat di media yang berlainan, apakah akan terus menulis untuk
banyak media seperti itu atau hanya memilih media tertentu saja Mas?
Guntur
Alam Terkadang waktu saya menulis. Biasanya 1 cerpen saya
hanya butuh 2 jam. Tapi untuk masa pengendapan, butuh waktu lama. Ada yang
berbulan-bulan. Agar bisa direvisi dan diketahui bagian mana yang jelek.
Biasanya setelah cerpen diendapkan agak lama, saat dibaca lagi, kita tahu
kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.
Mazaya
Eaw Azza mau nanya, mas... genre memang bisa bebas. tapi gaya
naskah yang gimana sih yang disukai media. aku baca cerpen2 di koran itu hampir
enggak pernah nemu yang puitis-melancolis kayak yang kebanyakan digandrungi
penulis remaja sekarang...
Marlyn
SaimaruChrist BlueAngel Wah, begitu yah Kak. Jadi intinya buat media tertarik
saat membaca badan email itu.
Kalau evaluasi cepen itu kira-kira berapa lama yah maksimalnya, Kak? Kan biasanya suka ada media yang tidak memberitahu kalau cerpen kita tidak dimuat.
Kalau evaluasi cepen itu kira-kira berapa lama yah maksimalnya, Kak? Kan biasanya suka ada media yang tidak memberitahu kalau cerpen kita tidak dimuat.
Guntur
Alam Oh, maaf, Kang Kamiluddin
Azis. Numpuk-numpuk komentnya kelewat. Inilah yang saya sebut penulis
harus berinovasi dan kreatif. Saya memang menulis lokal, gothik, remaja, dsb.
Sengaja, agar pembaca saya nggak bosan. Dan ini pernah disarankan oleh seorang
redaktur media massa besar. Saat dia terkejut ketika saya bermanuver dari lokal
ke gothik. Cerpen itu hanya butuh 2 hari antri di korannya, langsung muat.
Artinya, penulis dituntut untuk memberi kebaruan.
Kamiluddin
Azis iya Mas makasih, saya dapat pointnya... lanjut siapa tanya lagi,
pertanyaannya keren2 nih Mas... sangat inspiratif dan jawabnnya... so pasti
yang ditunggu2, sangat berilmu
Guntur
Alam Saya akan terus menulis untuk banyak media. Karena
"karakter" media-media itu berbeda, biar nggak boring juga dalam
berkarya. Tapi saya lebih selektif memilih, jika ada media yang gak berikan hak
penulis, saya langsung black-list.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic menulis gothik itu gimana sih? baru dengar
Guntur
Alam Itu namanya karakter media, Mazaya. Tiap media
berbeda. Media A suka dengan tema sosialis. Media B suka dengan tema urban,
dsb. Makanya, saya bilang, jika ditolak media A, belum tentu di media B. Inti
menulis di media koran adalah tema, gaya bercerita, bahasa, dan pesan. Bila
hanya puitis tapi pepesan kosong, untuk apa?
Kamiluddin
Azis Soal hak penulis, bukannya mau materialistis atau bagaimana ya Mas,
tetapi seperti yg Mas singgung tadi soal 'hak' penulis, beberapa saya dengar
honor menulis cerpen di media tertentu sangat kecil. Mungkin pertimbangannya
karena penulisnya belum punya nama. Apakah memang begitu, nama penulis yg
dilihat dan bukan kualitas karyanya?
Guntur
Alam Itu tergantung media, untuk masa tunggu. Ada yang 1-2
minggu, ada yang 2 bulan, bahkan ada yang 5 bulan. Itu diluar kendali penulis.
Makanya harus rajin ikuti kabarnya. Sekarang setiap Minggu ada kabar siapa yang
dimuat di Status Facebook Bamby Cahyadi.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic mas Guntur Alam
ada niat gak merubah genre tulisan misalnya dari romance mendadak pengen nulis
horor, dll. atau tetapo ingin setia pada 1 genre?
Guntur
Alam Gothik itu sama dengan horor, Ririen.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic owalah gothik itu horor toh baru dengar sih.
Lely
Erwinda Diendapkan? Benar. Kalau membaca ulang karya yang sudah lama dibuat,
pasti kelihatan letak kecacatannya. Apa yang memotivasi mas Guntur Alam untuk mengirim karya ke media?
Guntur
Alam Ada beberapa media yang memang membayar berdasarkan
"nama" besar pengarang. Tapi nggak banyak kok, Kang Kamiluddin Azis. Untuk cerpen Kompas memberi honor
1.1 juta. Itu saat 2012, 2013 saya belum dimuat lagi, jadi nggak tahu. Kompas
biasnaya tiap tahun naik. Nah, biasanya yang kecil honornya itu media lokal.
Guntur
Alam Motivasinya karena saya ingin karya saya dibaca orang,
mendapat saran-kritik agar bisa berkarya lebih baik lagi. Dan dulu, semasa
kuliah, agar saya bisa dapat uang saku tambahan. Hahahahaha..
Secara honor Kompas, Jawa Pos, Tempo bisa 700-1.1juta. Kan lumayan buat mahasiswa.
Secara honor Kompas, Jawa Pos, Tempo bisa 700-1.1juta. Kan lumayan buat mahasiswa.
Guntur
Alam Mengenai hak tadi. Jika honornya kecil, kemungkinan
karena medianya emang kecil, Kang Kamiluddin Azis.
Untuk media nasional, rata-rata sudah lumayanlah. Walau ada beberapa yang
sedikit nakal dengan honor penulis yang macet.
Mazaya
Eaw Azza oh, gitu ya mas... nah itu tuh yang berat, buat yang
berisi... hehehe. aku pekanya sama ide2 yang mello2 aja, parahnya enggak bobot
juga. pengen yang lebih tajam kayak di koran2, tapi susah. minta saran donk,
mas... ^^v
Kamiluddin
Azis Wow, 1,1 lumayan besar, belum lagi menjadi Cerpen pilihan 2011 ya
Mas... yg Limas itu kan ya Mas (judulnya lupa)?
Kamiluddin
Azis Kalau Kompas sendiri cenderung menerima cerpen seperti apa ya Mas,
apakah harus yg berbahasa sastra, atau ada tema tertentu yg menjadi pilihan
khusus?
Guntur
Alam Saran saya, banyakin baca cerpen koran, bila memang
ingin menulis di koran. Kemudian kamu cari tahu: KENAPA cerpen ini dimuat? Apa KELEBIHANNYA?
Apa KEKURANGANNYA? Saya membaca karya seperti itu. Jangan asal baca. Oh, bagus.
MAnggut-manggut aja. Caritahu alasa kenapa dia layak muat. Kalau kamu baca
seperti itu, kamu akan banyak dapat ilmu seperti teknik penulisnya bercerita,
membuka cerpennya, dsb.
Guntur
Alam Tema media massa itu susah diraba, Kang Kamiluddin Azis. Namun biasanya Kompas suka dengan
tema sosial.
Guntur
Alam Ya, cerpen saya yang masuk cerpen pilihan Kompas
2011: Mar Beranak di Limas Isa.
Kamiluddin
Azis iya Mas. Cara belajar yang patut kita tiru, sahabat semua...
Lely
Erwinda Kalau dihitung-hitung, sudah berapa karya yang dimuat? Dan genre mana
yang mendapat poling tertinggi?
Kamiluddin
Azis Polling tertinggi di sini mungkin maksudnya senada dengan pertanyaan
saya,genre apa yg paling Mas suka, dan yg paling sering dimuat (terlepas dr
jenis koran/majalahnya sendiri)
Sherina
Salsabila salam kenal ka Guntur
Alam, aku menyimak saja dan senang membaca semua interaksi disini
Guntur
Alam Wah, saya lupa sudah berapa banyak. Seratus lebih
kali ya. Tersebar di 20-21 media massa (koran, majalah, tabloid). Untuk
genrenya kebanyakan suka saya bermain di tema lokalitas dan gothik. Untuk tema
gothik silakan baca "Tamu Ketiga Lord Byron", "Kastil Walpole".
Untuk lokal ada banyak, "Mar Beranak di Limas Isa". "Perihal
Sebatang Kayu di Belakang Limas Kami yang Ada dalam Hikayat Emak." dsb...
Guntur
Alam Saya lebih suka bermain di lokalitas dan gothik, Kang
Kamiluddin Azis. Walau sebenarnya tema ngepop
saya juga lumayan menyukainya. Lebih santai menulis pop.
Guntur
Alam Salam kenal, Sherina.
Kamiluddin
Azis Iya karena suka dg lokalitas itu ya ' Mar Beranak di Limas Isa' jadi yg
terbaik dari yg terbaik... salut saya Mas... lanjut tanya lagi ya sahabat...
Kamiluddin
Azis Sambil nunggu yg lain nanya Mas, agak tekhnis mungkin nih ...Untuk
Kompas sendiri aturan pengiriman naskahnya seperti apa, berapa ribu kata/cws
atau bagaimana, kalau via surel ke alamat mana, kalau via pos ke mana, supaya
mala mini juga sahabat di sini catat.
Guntur
Alam Saya masih setia menunggu. Dan kita belum bahas
tentang cerpen. Padahal mau bisa dimuat kita harus bicara ke sana. Tapi saya
akan menunggu...
Sherina
Salsabila Ka, aku mau tanya, bagaimana sebuah eksekusi cerita
dalam sebuah cerpen karena kan yg namanya cerpen itu media singkat? maaf kalau
pertanyaan tidak tepat.. heheh
Guntur
Alam Paling banyak 10 ribu karakter dengan 2 spasi untuk
Kompas. Jangan lebih sekarang. Pengiriman biasanya via email ke
opini@kompas.co.id atau opini@kompas.com. Boleh pakai alamat keduanya. Subjek
CERPEN. Sebab email ini dpakai untuk pengiriman seluruh naskah; artikel, surat
pembaca, dsb. Dari subjek, admin bisa meneruskan email ke penjaga gawangnya.
Lely
Erwinda Subhanallah. Banyak sekali, ya. Terbayar sudah dong ya keputusasaan
terhadap naskah-naskah yang pernah ditolak. Boleh tau, dari seratus karya yang
pernah dimuat, adakah yang berisikan pengalaman pribadi? Atau murni rekaan/
imajinasi?
Guntur
Alam Diperjelas, Sherina
Salsabila. Ekseskusi dalam hal apanya...
Sherina
Salsabila penyelesaian konflik kak
Kamiluddin
Azis Saya deh yg tanya, sekalian minta tips mungkin ya, nyambung pertanyaan
si cantik Sherina Salsabila... Soal plot dan
kekuatan tokoh dan konflik, gimana cara menonjolkannya, soalnya kita terbatas
pada jumlah karakter/kata sedangkan di kepala kita bertebaran kata yg ingin
dituangkan. Juga cara pemaparan narasi yg tepat Mas...
Guntur
Alam Setiap cerita, secara sadar atau pun tidak, kita
memasukan karakter kita sendiri dalam tulisan, Lely
Erwinda. Tapi jika mau baca tulisan saya yang hampir 50-70% diangkat
dari pengalaman pribadi. Silakan beli dan baca novel saya, JURAI, yang
diterbitkan GPU akhir Februari.
Sherina
Salsabila hehe makasih kak Kamiluddin
Azis
Guntur
Alam Dalam cerpen, GAK semua konflik HARUS kita selesaikan,
Sherina Salsabila. Itulah kenapa ada istilah
open ending dan close ending. Di open ending, konflik nggak selesai. Pembaca
yang menentukan nasib tokoh. Seperti cerpen saya "Mar Beranak di Limas
Isa", konfliknya tidak selesai. Apa anak yang dilahirkan Bi Mar laki-laki
atau perempuan. Saya menyudahi cerita di sana saja. Silakan pembaca yang
meneruskan ceritanya dengan versi mereka. Dan ini kebanyakan saya pakai dalam
cerpen saya.
Nimas
Kinanthi Salaam kenal, Mas Guntur Alam kayaknya hampir setiap
minggu karyanya nongol di media. Salut coklat! Mupeng juga btw, novel Jurai
selain di gramed, di toga ada nggak? Di kota saya tidak ada gramed. Sejak
diumumkan di status Mas Bambi ttg novel Jurai, sy sdh ancang2 harus beli ...
Sherina
Salsabila okee, jadi dalam sebuah cerpen mungkin penuturan dan
alur yang harus menonjol ya kak? heheh maaf kalau pertanyaannya belibeet harap
dimaklumi masih kleas 7 hehe
Kamiluddin
Azis Nah itu salah satu yg pending di pertanyaan saya, soal open dan close
ending... sepertinya (banyakan yg saya baca) Kompas sukanya yg open ending.
Saya pernah buat seperti itu, dan katanya banyak pembaca yg gak suka open
ending, benar begitu gak sih Mas?
Guntur
Alam Cerpen medianya pendek, Kang. Jadi bila belum mampu
menonjolkan karakter para tokohnya. Coba tonjolkan konfliknya saja. Untuk
pemaparan narasi dan plot yang tepat. Ini harus rajin praktik. Selalu diingat.
Bila menulis cerpen, pertanyakan: Apakah kalimat ini bisamenguatkan cerita atau
bila dibuang juga gak ngaruh? Bila dibuang gak ngaruh. itu artinya gak perlu.
Buatlah kerangka cerita dulu sebelum menulis. Cerita ini akan dibuka seperti
apa, konfliknya bagaimana, klimaksnya sepertinya apa, anti klimaks alias
endingnya seperti apa. Jadi nggak melebar kemana-mana dengan ide yang banyak di
kepala.
Guntur
Alam Di Togamas apakah bukubuku terbitan GPU masuk, Mbak Nimas Kinanthi? Jika masuk, berarti ada. Tunggu
saja...
Nimas
Kinanthi Maaf nanya lgi nih Mas (mumpung ada orangnya hehehe),
klo Kompas biasanya tema apa yg sering dimuat? Trus Jawa Pos, batasan cws nya
apakah sama dgn Kompas?
Guntur
Alam Begini, Sherina Salsabila.
Elemen dalam cerita itu ada beberapa. Alur. Plot. Karakter. Konflik. Dsb. Semua
itu sebisa mungkin harus terpenuhi. alur cerita alias jalan cerita harus sesuai
logika, makanya ada teknik flas back, dsb. Sementara penuturan alias narasi,
itu sudah termasuk cara bercerita. Cara bercerita juga penting karena kalau
ngebosenin, gak bakal dibaca. Konflik? Penting juga, kalau cerpennya datar aja,
juga bosen, kan?
Kamiluddin
Azis Oh, jadi kekuatannya di Konflik ya, I see... soal dialog Mas... berapa
persen proporsi dialog dalam cerpen yg baik?
Guntur
Alam Masalah ending, Kang Kamiluddin
Azis. Semua tergantung kita. Saat menulis cerpen, kita memang harus
memikirkan pembaca. Tapi bukan berarti kreativitas kita terjajah. Ketahuilah,
seorang penulis nggak akan bisa memuaskan seluruh pembaca cerpennya. Jadi
menulis saja sesuai hatimu. Jangan pikirkan apresiasi yang akan datang.
Sherina
Salsabila seep kakak Guntur Alam,
terimakasih atas jawabannya yang sangat menjawab
Kamiluddin
Azis Hudha Abdul Rohman dan NabiLah NabiLah maaf baru ke-accept.. silakan gabung
di diskusi ini ya, menyimak dari awal dan bertanya dengan pertanyaan yg televan
dg tema ya ...
Guntur
Alam Standar koran itu jumlah karakternya maksimal 10 ribu
dengan 2 spasi. Tema Kompas kebanyakan sosial. Kalau Jawa Pos kayaknya umum,
walau saya lihat akhir-akhir ini lebih suka ke lokal, Nimas
Kinanthi
Mazaya
Eaw Azza akhirnya bisa gabung lagi, habis error2 mulu. pe-er
ku jadi banyak nih, terutama soal kupas habis cerpen2 koran. *emang ini yang
jarang banget kulakukan. hehehe
Guntur
Alam Nggak ada porsi standar untuk dialog dan narasi, Kang
Kamiluddin Azis. Kebanyakan cerpen saya malah
miskin dialog, karena saya lebih mampu bermain dalam narasi. Nah, jika Kang
Azis merasa lebih mantap di dialog, nggak apa-apa. Ini ciri khas masing-masing.
Kamiluddin
Azis Kalau Nimas Kinanthi saya yakin sangat
potensi masuk Kompas, beliau kayak tungku yg bisa panasin semangat saya...
Mas
Guntur
Alam sering saya dengar Mas ini alumnus Nida, maksudnya gimana nih Mas, Mas
pernah belajar khusus di sana atau bagaimana?
Guntur
Alam Saya memang mengenal tulis-menulis dari majalah
Annida. Bahkan saya ikut pelatihan menulis cerpen di sana taun 2005. 4x
pertemuan. Jadi bisa dibilang saya almuni di sana. Dari yang nggak tahu pake
titik, koma, tanda seru, tanda kutip, buat paragraf pertama yang menggoda,
judul yang memikat, dsb. Saya jadi tahu saat belajar di sana. Selanjutnya
memang saya belajar otodidak dari mengamati karya-karya orang yang dimuat.
Nimas
Kinanthi @Kang Aming: awas kebakaran...
@Mas Guntur : cerpen Mas Guntur sering sekali masuk media. Klo boleh tahu, rata2 dalam seminggu berapa cerpen yang Mas Guntur kirim? Lalu saat kehilangan ide, bagaimana cara Mas Guntur menggalinya kembali sebab semakin banyak cerpen yg ditulis pasti harus sering dpt ide, kan?
@Mas Guntur : cerpen Mas Guntur sering sekali masuk media. Klo boleh tahu, rata2 dalam seminggu berapa cerpen yang Mas Guntur kirim? Lalu saat kehilangan ide, bagaimana cara Mas Guntur menggalinya kembali sebab semakin banyak cerpen yg ditulis pasti harus sering dpt ide, kan?
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Mas guntur pernah nulis cerpen fantasy gak? terus tau
gak media yNg memuat genre fantasy? majalah kan kebanyakN romance
Kamiluddin
Azis Keduluan nanya oleh Nimas Kinanthi,
tapi saya agak vulgar dikit nanyanya. Menurut pendapat Mas Guntur Alam, menjadi cerpenis khususnya, dan
penulis pada umumnya (yg standar, blm sespekta penulis besar) apakah bisa
menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan? Saya lagi cari penguatan nih,
hehe...
Guntur
Alam Sebenarnya saya orangnya agak pemalas dan moody.
Nggak produktif banget sih. Cuma bersyukurnya, kebanyakan yang saya tulis
justru dimuat. Jadi kesannya rajin banget ya nulis cerpen. Padahal kadang
sebulan nggak nulis cerpen. Kalau lagi semangat, 1 cerpen bisa selesai 2 jam.
Kalau lagi buntu ilham. Saya jalan-jalan ke toko buku. Baca buku-buku cerpen,
novel dalam dan luar negeri, baca majalah, dan sebagainya. Kadang juga saya
duduk di cafe, sekedar nongkrong dan minum kopi. Banyak cerpen saya yang
didapat dari nongkrong. Kayak cerpen "Mata Sayu Itu Bercerita" dimuat
Kompas bulan Mei 2010.
Nimas
Kinanthi Maaf nih klo tanyanya soal 'duit' Mas hehehe. Saya
baru belajar nulis cerpen, jauh dibanding Mas Guntur. Bbrp kali
اَلْحَمْدُلِلّهِ dimuat dimedia. Tapi tidak semua media yg memuat cerpen sy
ngasih honor. Sdh sy tanyakan sampe 2x lwt email nggak ada tanggepan. Jadinya
ya, ikhlasin aja... Apa Mas Guntur prnah mngalaminya juga? Sy smpet berpkir apa
krn sy masih baru alias pemula gitu, jdnya media mikir 'sdh dimuat sdh syukur
kan...'
Guntur
Alam Pernah. Cerpen fantasy remaja saya, Black Hole, C-59,
Kumari. Dimua Majalah Story sekitar tahun 2010-2011.
Kamiluddin
Azis Ririen Narsisabiz Pashaholic di Story
... saya sering baca dan pernah baca karya Mas Guntur juga. Rien mau tanya
honor di Story? ayo jangan malu, hehe
Guntur
Alam Nulis cerpen ini seperti bermain hoki, Kang Kamiluddin Azis. Saya beberapa kali beruntung dalam
satu bulan dimuat Kompas, Tempo, Femina, dan media-media lainnya. Hingga
honornya menyamai gaji ketika digabungkan. Berasa gajian 2x dalam sebulan. Tapi
nggak tentu juga. Persaingan nulis cerpen itu ketat. Bila mau menggantungkan
hidup di cerpen agak sulit, tapi bila nulis buku bisa. Banyak yang sudah
buktikan akhir-akhir ini.
Guntur
Alam Pernah saya alami seperti itu, Nimas Kinanthi. Dan medianya langsung saya black-list alias nggak
saya kirimi lagi karya. Penulis harus jual mahal juga. Lihat SINDO sekarang,
rubriknya tutup karena gak bayar honor penulis dan dilokir para cerpenis. Lucu
aja honor 400 ribu gak kuat bayar media sebesar itu. Cari media yang menghargai
penulis. Ada media lokal yang honor lancar walau cuma 200 ribu seperti Tribun
Jabar, Radar Surabaya.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Sekarang kan banyak penulis cerpen muda berbakat
BerMunculan. gimana trik kamu bertahan di dunia tulis ini? *kepo.Com
Kamiluddin
Azis Mas Guntur Alam ini bekerja kantoran
juga kan? Lulusan Tekhnik... apakah pernah nulis yg berkaitan dg background
pendidikan? waduh maaf ya Mas, ni pertanyaan lompat2 kayak kutu...
Kamiluddin
Azis Nimas Kinanthi amin, JURAI akan menjadi
koleksi buku saya berikutnya, penulisnya saja sudah menginspirasi dan membuat
semangat saya membara, apalagi karyanya...
Guntur
Alam Tapi hati-hati juga nerbitin buku, Nimas Kinanthi. Banyak penerbit yang dzalim sekarang.
Beli putus naskah dengan harga sangat murah 1-2 juta saja. Padahal bila
royalti, penulis bisa dapat berkalilipat dari itu. Standar royalti kan 10%,
walau ada juga yang 8% untuk pemula.
Nimas
Kinanthi Penulis harus jual mahal juga. Suka dengan kata2 ini.
Trima kasih Mas Guntur repotnya klo sudah dijual murah aja nggak ada yang beli
...
Guntur
Alam Seperti yang saya bilang di awal, untuk survive di
dunia kreatif, kita harus terus berinovasi. Menggali ide-ide baru, genre baru,
dsb, Ririen Narsisabiz Pashaholic. Jangan
pernah berdiam terlalu lama dalam zona aman.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Saya mah kurang bersemangat ngejar honor di media.
wong aku ngejar mayor labels kok,Impianku novelis kayak mamah fitria
Nimas
Kinanthi Brarti standar beli putus yang 'nggak terlalu murah'
itu berkisar berapa ya Mas?
Guntur
Alam Hahahahaha...
Saya dulu sewaktu masih mahasiswa dijuluki anak sastra yang tersesat di teknik, Kang Kamiluddin Azis. Sayangnya belum pernah nulis yang berhubungan dengan itu selain skirpsi dan laporan PKL.
Saya dulu sewaktu masih mahasiswa dijuluki anak sastra yang tersesat di teknik, Kang Kamiluddin Azis. Sayangnya belum pernah nulis yang berhubungan dengan itu selain skirpsi dan laporan PKL.
Nimas
Kinanthi @ririen : berkarya di media bukan sekedar ngejar
honor Mbak. Itu ajang pembuktian diri juga dalam berkarya sb nembus media itu
nggak mudah, jauh lbh susah drpd even2 antologi...
Kamiluddin
Azis Nimas Kinanthi cerpen penulis besar aja
ada yg dibayar sama dengan harga beli putus naskah novel, hehe, hasil cari2
info...
Kamiluddin
Azis Guntur Alam Alhamdulillah bisa bikin
dirimu ketawa pernah nulis cerpen komedi?
Nimas
Kinanthi @Kang Aming: yupp! Siapa Kang? Penasaran... Banyak
sekali cerpenis media yg bermetamorfosa mjd novelis, dan biasanya lgsg ngehit
sb nama mrk sdh tenar sblnya. Mas Guntur ini salah satunya menginspirasi
sekali!
Guntur
Alam Jangan anggap remeh honor media, Ririen Narsisabiz Pashaholic. Kadang, banyakan honor
media ketimbang royalti dari novel. apalagi jika novelmu hanya dihargai beli
putus karena kamu belum dikenal. Lewat media massa, kita "mencari"
nama, jadi saat novel kita dilirik penerbit, kita punya nilai tawar. Saya
bahkan menolak mentah-mentah kontrak salah satu penerbit di Jogja. Kamu harus
belajar lebih banyak untuk paham dunia literasi kayaknya.
Kamiluddin
Azis Kalau sudah banyak nampang di koran, majalah, dll, begitu kirim novel
ke mayor, bisa langsung diterima Ririen Narsisabiz
Pashaholic, kayak Mas Guntur Alam ini...
Sherina
Salsabila ummm.... diskusi ini jadi menarik, karena kak Guntur Alam telah membuat mata ku terbelalak
betapa aku sangat 'mahal' ya dengan semua yg ada dikepala haha makasih mas
broo
Guntur
Alam Kalau kamu sudah dikenal sebagai penulis, Ririen Narsisabiz Pashaholic. "Harga"
karyamu akan jauh lebih mahal. Penerbit mayor nggak akan berani menawarmu
dengan beli putus atau royalti di bawah standar. Bahkan kamu bisa menawarkan
pilihan yang lebih mahal, persnetasi royalti, dan uang muka.
Guntur
Alam Nah, salah satu cara untuk "dikenal" bisa
lewat karya di media massa.
Kamiluddin
Azis Sherina Salsabila kita harus berani
jual mahal, hehe.. apalagi dirimu sekarang sudah tenar... Mas Guntur Alam lebih kental drpada kopi saya, jd
bikin saya melek, dan niat begadang malam ini buat bikin cerpen, tapi eh, kok
bisa 2 jam sih Mas nulisnya? Waduh...
Ririen
Narsisabiz Pashaholic bukan menganggap remeh honor media masalahnya aku
kurang bisa bikin cerpen. cerpenku selalu kebablasan 20Hal
Guntur
Alam Untuk cerpen Komedi belum. Tapi novel komedi pernah, 1
kali pakai nama asli. JombloCenatCenut.Com di Media Pressindo, Jogja. Dan 2
lain pakai nama samaran karena nggak pede.Sialnya, yang pakai nama samaran
malah cetak ulang smapai 4x. Gak apa-apa. Yang penting royalti lancar jaya.
Kamiluddin
Azis Oh iya Jomblo cenat-cenut. Eh Mas Guntur Alam
dulunya sering ikut2 lomba menulis cerpen online gak? Pernah nerbitin buku di
indie label?
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Mas guntur nanya lagi ada niat gak pindah haluan jadi
penulis skenario sinetron juga? kayak om herry b arissa
Guntur
Alam Betul! Ketika kita punya nama di media massa.
Editor-editor akuisisi itu sibuk mencari alamat email dan kontak kita, bertanya
apakah kita ada naskah novel untuk mereka. Terus terang, saya mengalami sendiri
sekarang. BUKAN berniat sombong tapi agar teman-teman jangan meremehkan menulis
di media massa. Selain ajang pembuktikan kualitas tulisan, ajang kita untuk
dilirik. Jujur, sudah ada beberapa penerbit mayor yang menghubungi saya untuk
menulis novel di mereka. Tanpa antri naskah dulu, bahkan ada yang minta buat
kerangka saja dulu, Mas. Nulisna bisa nanti. Nah, bagaimana saya bisa dapat
tawaran seperti itu jika saya tidak dikenal lewat karya di media massa.
Guntur
Alam Belum ada niat ke sana. Mungkin karena saya nggak suka
nonton sinetron jadi belum ada niat nulis skrip.
Nimas
Kinanthi Wah...speechless deh. Jd semangat nulis ke media
lagi...
Kamiluddin
Azis Salut, keren.... saya mau ikut jejak Mas Guntur
Alam, diketok2in pintu rumah saya, dimintai naskah, dibayar mahal
pula... lirik Nimas Kinanthi .. ayo ... Mas,
kasi kuncinya dong ... how we can do better?
Guntur
Alam Saya gak suka ikut lomba-lomba indie di FB. Karena
maaf, kualitasnya nggak bagus. Nggak ada yang bisa didapat dari sana, seperti
pelajaran dalam menulis lebih baik lagi --ini pendapat saya. Saya lebih suka
"bertarung" di lomba yang sesungguhnya kayak di majalah, dsb.
Ayuni
Adesty Ada niatan buat ngebukuin naskah-naskah yang sudah terbit di media buat
dijadiin kumcer?
Ayuni
Adesty Mas Guntur Alam kalau naskah cerpen
sekelas kompas, masih diedit lagi sama redaksinya atau gimana?
Guntur
Alam Media besar biasanya nggak sembarangan ngedit, Ayuni Adesty. Waktu cerpen di Kompas, judul awalnya
"Maryam Beranak di Limas Isa". Terus mau dipotong jadi "Mar
Beranak di Limas Isa", editornya nelpon dulu untuk izin, jika nggak saya
izinkan, nggak dipotong.
Guntur
Alam Makanya, kirimlah karya ke media massa, Nimas Kinanthi, Kamiluddin
Azis. Dan ikuti lomba-lomba novel mayor. Jangan berkutat di indie dan
antologi terus. Indie bukan nggak bagus. Cuma nggak ada seleksi yang ketat buat
kita perbaiki kualitas karya.
Kamiluddin
Azis Mas, kekuatan 'Mar Beranak di Limas Isa' itu apa ya dibanding cerpen2
pilihan Kompas lainnya? Buku Kumcer Pilihannya saya cari di mana ya? Kemarin di
pameran Ikapi saya nggak nemu
Kamiluddin
Azis Wah, kapan2 kalau grup ini ngadain lomba, moga Mas Guntur Alam mau jadi jury finalnya ... hehe
ngarep...
Guntur
Alam Ada di Gramedia bukunya. Kekuatan cerpen itu ada di
tema cerita. Yakni tema patriarkhi alias penindasan terhadap perempuan. anak
perempuan dianggap nggak berharga dibanding anak laki-laki, makanya tokoh Mar
dipaksa untuk terus hamil dan beranak lagi sampai ia punya anak laki-laki.
Itulah yang disebut patriarkhi.
Guntur
Alam 15 menit lagi. Masih ditunggu sampai 22.20
Kamiluddin
Azis Saya nggak nyangka kalau diskusi malam ini benar-benar beda, Selain
karena temanya tentang CERPEN dan media (Khusus bulan ini masih tentang CERPEN,
CERPENIS, dan MEDIA) juga pembuka diskusi bulan ini adalah penulis cerpen
pilihan Kompas tahun 2011. Apa yg Mas Guntur Alam
share malam ini sangat sangat sangat bermanfaat buat saya dan sahabat2 di grup
ini... saya sampai bingung mau resume seperti apa, semuanya harus dibaca,
setiap pertanyaan menemukan jawaban.
Guntur
Alam Hadiah kuis berhadiah buku terbaru ada di twitter, Ririen Narsisabiz Pashaholic. Nanti ada juga lomba
menulis resensi yang berhubungan dengan buku saya yang lain. Hadiahnya 1.5jt,
1jt, dan 500 ribu. Tapi nanti itu, akan diumumkan 11-12 Maret di status saya.
Kamiluddin
Azis Sebelum ditutup, Mas 1 lagi mungkin dari saya, soal diksi. Diksi
seperti apa yg paling disukai KOMPAS, TEMPO, Pikiran Rakyat atau media nasional
lainnya secara umum.
Eric
Keroncong Protol mas Guntur Alam
apakah ngefek belajar nulis menulis melalu online yang sekarng lagi marak?
Nimas
Kinanthi Siiiip! Iya, Mas Guntur Alam. Terima kasih inputnya
yang sangat bermanfaat.
Guntur
Alam Kata Mbak Helvy Tiana Rossa, "sampai botak pun
kamu belajar teori menulis, kamu nggak akan bisa menulis, jika kamu nggak
praktik." Semoga menjawab, Eric Keroncong Protol.
Kamiluddin
Azis Aduh keingetan sama Eric Keroncong Protol
ada daftar pertanyaan di kepala saya yg belum tersampaikan. Setelah dikenal
luas oleh masyarakat dan juga penulis2 muda, apakah ada niatan atau sudah
berjalan Mas Guntur buka kelas menulis dan sejenisnya?
Ayuni
Adesty |
*jawaban yg JLEB
*jawaban yg JLEB
Guntur
Alam Mengenai diksi, Kang Kamiluddin
Azis. Sesuaikan saja dengan kemampuan kita. Jangan benriat untuk menjadi
orang lain. Percayalah, bahasa yang sederhana tapi cerpennya berisi akan jauh
lebih baik daripada sok berpuitis atau berindah-indah tapi gak ada makna dan
gak jelas apa yang diceritakan.
Eric
Keroncong Protol mas Guntur Alam
kalau yang buka kelas menulis onlien tuh penulis terkenal sekaligus?
Guntur
Alam Nggak ngaruh kalau nggak ada niat dalam diri kita
untuk praktik, Eric Keroncong Protol. Sekali
pun yang ngajari kamu dewa dan kamu gak pernah mempraktikan ilmunya, kamu gak
akan jadi dewa.
Guntur
Alam Membuka menulis online? Belum ad aniat, nggak punya
waktu. Walau sebenarnya ada beberapa editorku di penerbit major yang
nanya-nanya, "mas punya teman yang ada naskah novel atau dibimbing nulis
novel. Boleh loh disalurkan ke kita." Tapi saya belum sanggup untuk
bimbing orang. Takutnya gak ada waktu, kasihan.
Kamiluddin
Azis Jadi pede saya dengan diksi yg sering saya pakai, mengalir bagai air,
hehe #ngeles karena gak bisa puitis.... Oke Mas Guntur
Alam (lupa nanya kenapa namanya guntur alam ya, serasa menggelegar
dengarnya...) waktunya mungkin sampai di sini saja diskusi kita malam ini,
terima kasih sudah meluangkan waktunya, berbagi dan menyadarkan kita akan
banyak hal... dan sebelum tutup, kalau berkenan memberikan closing spirit dan
bila perlu tips jitunya deh (mungkin td gak ada yg nanya, tp sebenarnya Mas-nya
mau share juga, monggo Mas, ditunggu, hehe).... Sekali lagi terima kasih banyak
ya Mas, kehadiran Mas di grup ini sangat menginspirasi kami semua
Guntur
Alam Ok, sama-sama sudah mengajak berbagi. Mohon maaf jika
saya ngomongnya ceplas-ceplos. Saya memang gak pinter basa-basi, lebih suka ke
intinya. Makanya banyak yang kapok kalau minta saran dan kritik tulisan, akrena
komentar saya selalu pedas. Jelek bilang jelek, kalaupun bagus, ya tetap bilang
bagus aja.
Guntur
Alam Saran saya: Menulislah sesuai kemampuan kita. Jangan pernah
berusaha jadi orang lain. Menulis itu bukan hal instan. Perlu usaha dan kerja
keras. Kamu nggak akan bisa jadi penulis dalam semalam. Perlu komitmen waktu
dan banyak hal. Makanya, hargailah karya dan usahamu sendiri. Bila kamu
menghargainya, orang akan menghargai pula.
Guntur
Alam Sudah saatnya kamu naik kelas. Jika sudah lama
bergelut di antologi, sudah masanya kamu nulis buku sendiri di mayor. Semua
berawal dari nothing menjadi something. Pertanyaannya: Untuk apa buku antologi
indie sampe ratusan judul itu? Dipajang di lemari kaca ruang tamu buat pamer?
Terus di makan rayap? Itu hal yang "bodoh" sekali. Menulis untuk
menginspirasi, dibaca, dan dihargai --dalam baik dan buruk kritik. Bukan hanya
sekedar di pajang. Jadi menulislah yang sebenar-benarnya menulis. Harga idemu
mahal. Jutaan. Bahkan milyaran. buku sekelas akun-akun twitter saja dapat
royalti puluhan bahkan ratusan juta. Cerpen di media massa dapat honor ratusan
ribu. Masak iya, kita masih bergelut di antologi yang nerbitin juga harus bayar
dan ujung-ujungnya keluar duit buat beli lagi. Itu bukan belajar menulis.
Guntur
Alam Selamat menulis. Selamat berkarya. Semoga
menginspirasi sesuai nama grup ini. Sekali lagi mohon maaf bila kata-kata saya
ada yang nggak enak dibaca. Saya nggak berniat menyinggung siapapun. Jika ad
ailmunya silakan ambil, jika nggak ada, kotak sampah ada di ujung, silaka
buang. Selamat malam...
Sherina
Salsabila aku SUKA kau Bang Guntur
Alam
Kamiluddin
Azis makasih banget Mas... untung saya doyan pedes... sebentar lagi saya
masak mie instan pake cabe rawit..... Sherina
Salsabila love U too, hehe....
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Kata2 Mas guntur menohok banget tapi aku suka soalnya
berbicara apa adanya.
Guntur
Alam Love you too, Guys. good nigth. Nice dream. Jangan
sungkan bila mau nanya via inbok. Tapi mohon maaf bila balasnya lama. Berarti
saya sibuk.
Guntur
Alam Oh, ada yang lupa dijawab setelah dibaca: Harga beli
putus naskah novel biasanya berkisar 3-4 juta, Mbak Nimas
Kinanthi. Itu pun punya masa. Semisal masa belinya 3-5 tahun, setelah
selesai, hak naskah balik lagi ke penulis. Dan tiap cetak ulang, penulis dapat
lagi 3-4 juta seperti di awal cetakan pertama. Semua tergantung dengan kontrak.
Makanya harus jeli. Kalau cuma dibeli 1-1.5 juta. Aduh, itu murah sekali.
apalagi tiap cetak ulang gak dapat lagi. Makin murah itu. Dan saatnya saya
tidur, takut kesiangan di hari Senin.
Mazaya
Eaw Azza wah, semalam jaringanku putus tus tus... aku cuma mau
bilang terima kasih banyaaakkk...buat mas guntur..g
Aldy
Istanzia Wiguna diskusi ini mengingatkan saya pada sebuah makalah
yang ditulis bang Guntur Alam. beruntung
sekali bisa punya makalah sederhana itu. masih dipelajari dan sepertinya
siap-siap untuk membuat karya yang nyes banget
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Honor itu klo dah sama2 Deal langsung dibayar tapi
klo Royalti itu bisa dicairkan 3 Bulan sekali hasil penjualan buku
Aldy
Istanzia Wiguna oh begitu rien. tapi setahu saya honor menulis di
media kan sudah ditentuin oleh korannya sendiri ya. oh iya, mau ralat yang diinbox
soal tulisan saya di NB. kemarin royaltinya sudah nampak. ternyata bukannya
tidak ter"jual" alias nggak laku. tapi gak kebuka soalnya lupa
password. hehe #baca ulang makalah Menembus Media Massa karya bang Guntur Alam. hehe
Ririen
Narsisabiz Pashaholic Aldy tapi kan langsung dibayar, gak nunggu hasil
penjualan dulu.
Aldy
Istanzia Wiguna iya langsung dibayar
0 komentar:
Posting Komentar