Rabu, 22 November 2017 | By: Unknown

Mengenai Pertanyaan Ibu


Asap kopi masih saja mengepul di atas cangkirnya. Aromanya pula menyengat kuat menandakan kopi pahit yang begitu nikmat. Suara gemericik sungai yang jernih, menambah kenikmatannya.
"Aswin ..., ini apa artinya Nak?"
"Arti apa Bu?"
"Ini ...," ibu Aswin menunjukkan kardus pembungkus barang elektronik yang sudah dibelinya beberapa minggu yang lalu.
Aswin, membolak-balikkan kardus tersebut dan mengernyitkan dahi sebab ia tak tahu, apa maksud daripada petunjuknya itu.
"Heiii .... Gimana?"
Aswin mengangkat bahu dan berkata, "Aku tak tahu, Bu apa artinya."
"Kamu ini bagaimana? Sekolah sudah tinggi, perihal begituan tak tahu apa-apa."
"Yah ..., ibu. Bagaimana anakmu tahu Bu. Anakmu hanya tahu perhitungan uang, lemah dalam berbahasa asing."
"Lalu, apa yang diajarkan di sekolahmu mengenai bahasa asing?"
"Dulu sewaktu sekolah SD, SMP, dan SMA saja aku tak paham."
"Jawab pertanyaan Ibu, mengenai apakah di sekolahmu ini tidak diajarkan bahasa asing?"
"Tidaklah, Bu. Lebih fokus bagaimana cara menghitung uang. Lebih tepatnya menghitung berapa laba rugi dan bagaimana mendapatkan keuntungan yang lebih."
"Uang siapa yang kau hitung? Uang gurumu? Uang teman sekolahmu? Atau uang siapa?"
"Uang yang tertulis pada bukulah, Bu. Mana ada pegang uang lalu menghitungnya."
"Ah, sia-sia."
"Kenapa?" sambil Aswin menyeruput kembali kopinya panas miliknya yang kini menjadi hangat.
"Sia-sia, karena kau bukan menghitung uang asli pastinya.
"Ah. Ibuuu, bagaimana bisa menghitungnya kalau jumlahnya sangat banyak nilainya?"
"Memangnya berapa?"
"Milyaraaann, Buu."
"Oh, ya? Bagaimana kau mengetahuinya?"
"Dari contoh soal dong Bu."
"Ahh hanya itu saja? Lalu kalau kamu kerja untuk menyelesaikan saat kamu menghitung uang perusahaanmu apakah menunggu bosmu memberikan soal terlebih dahulu?"
"Tidaaakklaah, Buuu."
"Lalu darimana kamu mengetahui jumlahnya kalau milyaran?"
"Dari buku tabungan, dari i-bank tentunya."
"Kamu pernah lihat?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Dari rekening korang lah Bu."
"Kamu bisa memastikan, kalau itu asli?"
"Asli dong Buu."
"Iya asli, tapii..."
"Tapi apa?"
"Apa kamu tahu, kalau ada uang yang dikirim ke rekening lain bukan rekening perusahaan?"
"Tidak. Emang ada?"
"Entahlah, seharusnya kamu tahu. Bekerja bukan melulu seperti itu. Disuruh ini dan itu mau karena itu tugasmua. Kamu juga harus tau arahnya dan tujuannya, yang yaaa ..., walau kamu tak harus berprotes bila ada kesalahan di dalamnya."
"Lah, nanti aku malah disalahin.""Kapan lagi kamu menyalahkan bosmu yang kutu kupret itu dan dasar sialan itu."
"Ibuuu. Tidak boleh berkata begitu tanpa alasan apapun. Bahaya."
"Kamu tahu apa? Bosmu itu teman kerja Ibu dulu. Jadi Ibu tahu betul."
"Aswin, kemarilah."
"Iya."
"Lalu, kapan kamu akan menghitung uangmu sendiri?"
"Ah, ibu."
"Iya dong."
"Iya apanya."
"Pikirkan sendiri."
Kemudian ibunya berlalu lalang meninggalkan Aswin sendiri. Aswin yang sendiri kemudian tersenyum dan sedikit menggeleng-gelengkan kepalanya.

-Andrew A. Navara-






0 komentar:

Posting Komentar