Asap kopi masih saja mengepul di atas cangkirnya.
Aromanya pula menyengat kuat menandakan kopi pahit yang begitu nikmat. Suara
gemericik sungai yang jernih, menambah kenikmatannya.
"Aswin ..., ini apa artinya Nak?"
"Ini ...," ibu Aswin menunjukkan kardus
pembungkus barang elektronik yang sudah dibelinya beberapa minggu yang lalu.
Aswin, membolak-balikkan kardus tersebut dan
mengernyitkan dahi sebab ia tak tahu, apa maksud daripada petunjuknya itu.
"Heiii .... Gimana?"
Aswin mengangkat bahu dan berkata, "Aku tak tahu,
Bu apa artinya."
"Kamu ini bagaimana? Sekolah sudah tinggi, perihal
begituan tak tahu apa-apa."
"Yah ..., ibu. Bagaimana anakmu tahu Bu. Anakmu
hanya tahu perhitungan uang, lemah dalam berbahasa asing."
"Lalu, apa yang diajarkan di sekolahmu mengenai
bahasa asing?"
"Dulu sewaktu sekolah SD, SMP, dan SMA saja aku
tak paham."
"Jawab pertanyaan Ibu, mengenai apakah di
sekolahmu ini tidak diajarkan bahasa asing?"
"Tidaklah, Bu. Lebih fokus bagaimana cara
menghitung uang. Lebih tepatnya menghitung berapa laba rugi dan bagaimana
mendapatkan keuntungan yang lebih."
"Uang siapa yang kau hitung? Uang gurumu? Uang
teman sekolahmu? Atau uang siapa?"
"Uang yang tertulis pada bukulah, Bu. Mana ada pegang
uang lalu menghitungnya."
"Ah, sia-sia."
"Kenapa?" sambil Aswin menyeruput kembali
kopinya panas miliknya yang kini menjadi hangat.
"Sia-sia, karena kau bukan menghitung uang asli
pastinya.
"Ah. Ibuuu, bagaimana bisa menghitungnya kalau
jumlahnya sangat banyak nilainya?"
"Memangnya berapa?"
"Milyaraaann, Buu."
"Oh, ya? Bagaimana kau mengetahuinya?"
"Dari contoh soal dong Bu."
"Ahh hanya itu saja? Lalu kalau kamu kerja untuk
menyelesaikan saat kamu menghitung uang perusahaanmu apakah menunggu bosmu
memberikan soal terlebih dahulu?"
"Tidaaakklaah, Buuu."
"Lalu darimana kamu mengetahui jumlahnya kalau
milyaran?"
"Dari buku tabungan, dari i-bank tentunya."
"Kamu pernah lihat?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Dari rekening korang lah Bu."
"Kamu bisa memastikan, kalau itu asli?"
"Asli dong Buu."
"Iya asli, tapii..."
"Tapi apa?"
"Apa kamu tahu, kalau ada uang yang dikirim ke rekening
lain bukan rekening perusahaan?"
"Tidak. Emang ada?"
"Entahlah, seharusnya kamu tahu. Bekerja bukan
melulu seperti itu. Disuruh ini dan itu mau karena itu tugasmua. Kamu juga
harus tau arahnya dan tujuannya, yang yaaa ..., walau kamu tak harus berprotes
bila ada kesalahan di dalamnya."
"Lah, nanti aku malah disalahin.""Kapan
lagi kamu menyalahkan bosmu yang kutu kupret itu dan dasar sialan itu."
"Ibuuu. Tidak boleh berkata begitu tanpa alasan
apapun. Bahaya."
"Kamu tahu apa? Bosmu itu teman kerja Ibu dulu.
Jadi Ibu tahu betul."
"Aswin, kemarilah."
"Iya."
"Lalu, kapan kamu akan menghitung uangmu
sendiri?"
"Ah, ibu."
"Iya dong."
"Iya apanya."
"Pikirkan sendiri."
Kemudian ibunya berlalu lalang
meninggalkan Aswin sendiri. Aswin yang sendiri kemudian tersenyum dan sedikit menggeleng-gelengkan
kepalanya.
-Andrew A. Navara-
0 komentar:
Posting Komentar