Selasa, 30 Mei 2017 | By: Unknown

Negeri 1980 - Part 3

(Oleh: Andrew A. Navara)


Terlebih dahulu motor yang masih menggunakan motor bermesin dua tak. Kau tahu apa itu mesin dua tak? Aku rasa kau akan menertawakan bila kau mengetahuinya. Mungkin kau akan bilang, ‘Orang Kuno…, Ndesoo…, Nggak Modern…, Terlalu Berisik.’ Memekakkan telinga. Bahkan asapnya akan mebuat orang naik darah, khususnya yang naik darah orang-orang di zaman seperti sekarang ini.
Ada pula ketika itu dua pasang laki-laki dan perempuan berjalan bersama. Sang lelaki membawa peralatan tani, sedangkan perempuannya membawa perlengkapannya. Terkadang juga petani perempuan itu menjinjing rantang tumpuk yang berisi makanan dan lauk untuk makan siang nantinya.
Bisa ditebak bila salah satu atau salah duanya tidak membawa rantang bekal makan siangnya. Bukan…, bukan mereka tidak memasak. Bisa jadi nanti setelah siang, ada anak perawannya yang akan mengantarkan untuk orang tuanya itu. Cantik-cantik sekali anak perawan di negeri terdahulu. Cantik yang sudah dari lahir. Bukan cantik karena polesan sana-sini ketika keluar dari tempatnya.
Ukurannya rantangnya cukup sedang, dengan lauk yang sekedarnya saja. Kadang sambal, kadang ikan asin. Kadang pula ubi-ubian untuk memenuhi perut saat istirahat siang. Mengisi bahan bakarnya agar tak tumbang.
Dulu, ketika orang sakit, tak banyak yang mengkonsumsi obat-obatan yang seperti kau lihat ini. Obat-obatan kimia yang dibentuk berupa kapsul dan tablet dengan berbagai macam warnanya. Menarik memang warnanya, tetapi tak semenarik rasanya. Aku tak cukup menahu…, mengapa obat kimia itu diberi warna yang berbeda-beda. Sempatkah kau memikirkan hal seperti itu, yang seperti kupikirkan sebagai orang awam? Aku penasaran. Semoga saja ada jawabnya. Ya.., semoga.
Mereka meracik hasil tanaman obat yang dibuatnya sendiri dengan sebutan jamu. Bukan…, tanaman itu bukan jamu. Melainkan ketika sudah menjadi bentuk yang berbeda, baik digeprok atau diuleg itulah yang mereka sebut jamu.
Sekarang sangat minim sekali tanaman obat yang ditemukan disetiap rumah. Kalaupun ada, itu jumlahnya tak akan pernah banyak yang bisa ditemukan.
Kumis kucing? Iya.., dulu banyak sekali tanaman ini dimana pun, tetapi sekarang ini jarang sekali terlihat. Sudah tidak ada, atau para kucing tetangga memarahi si empunya tanaman kumis kucing? Sebab kerap dikira anak-anak kecil kumis kucing itu tumbuh dari kumis kucing yang berkaki empat dengan cara di-stek. Ada saja memang imajinasi anak-anak kecil. Kau dan aku tidak akan pernah tahu apa yang dimajinasikan mereka.
Hal yang tidak bisa dilakukan oleh mereka dan bahkan kita menganggapnya ia tidak akan pernah bisa, ia akan bisa. Seakan ia menunjukkan bahwa dirinya bisa dihadapan kedua orang tuanya, atau pun dihadapan orang banyak yang sedang menyepelehkan kemampuannya yang memang masih tergolong kecil.
Percaya tak percaya, orang akan dibuatnya tertawa lepas saat ia, anak-anak kecil tersebut gagal. Meskipun setelahnya ditertawan dan dielu-elukan karena kegagalannya yang kemudian menyebabkan tangisnya pecah  itu, tak surut untuk keesokan harinya. Ia akan mengulangi hal yang sama, semacam menunjukkan bahwa dirinya bisa dan mampu untuk itu.
Bukan mereka tak memiliki pikiran seperti yang kau kira sampai-sampai kau akan mengatakan bahwa, anak kecil belumlah punya rasa malu dan tak pernah ada perasaan kepada apa yang didengarkannya itu.
Kau salah besar. Tak tahukah kau, bahwa dalam kandungan pun saat umur beberapa bulan, ia bisa berinteraksi kepada kedua orang tuanya, atau kepada orang yang mengajaknya berinteraksi. Bahkan ia tahu kondisi ibunya yang mendapat perlakuan baik atau buruk kepada orang yang di luar sana, meskipun ia tak melihat, ia dapat mendengarkan dan dapat merespon melalui gerakan di dalam perut sang ibu yang kemana pun akan dibawanya.
Ibu adalah orang tua yang sangat luar biasa sekali. Ia mengeluh tetapi tak selalu; ia lebih banyak menangis di balik lelakinya dan juga anak-anaknya, ia lebih menyukai menangis dalam kesepiannya. Katanya, agar tidak membuat orang sekitarnya ikut memikirkan hal yang tak seharusnya ikut dipikirkannya juga; ia lebih nyaman bercerita kepada sesamanya…, lebih-lebih kepada ibunya… lalu mengapa tidak dengan lelakinya? Ada memang, namun tak sebanyak perempuan yang dapat mengadu kepada semua lelakinya bila berurusan dengan hal yang kecil, terkecuali dalam hal yang sulit diselesaikannya.
Ibu…, dalam diam… ia mengundang banyak tanya yang sulit bagimu dan bagiku untuk menerjemahkan. Bukan hanya untuk dimengerti dengan apa yang ia inginkan…, melainkan juga bagaimana kita bisa membuat ia sedikit mau mengerti pula dengan bahasa kita yang sungguh-sungguh hati-hati dalam menyampaikannya. Ia terlalu sensitif. Iya.., sensitif, bukan berarti lemah. Bila ia lemah, tak mungkin pula ia mampu membawamu saat kau masih menjadi janin di dalamnya selama Sembilan bulan, dan merasakan pula perkembanganmu dari bulan ke bulan di dalam perut dengan keadaan yang membuatnya sesak.
Bukan hanya perempuan yang dapat sensitif…, lelaki pun juga. Bukankah setiap anak akan mendapatkan bagian dari sifat yang diturunkan kepada kedua orang tuanya? Baik itu pada bapak dan ibunya?
Wedhang jahe dan kopi. Kedua minuman itu yang kerap kuingat. Setiap pagi, selalu di meja makan disediakan ibu wedhang kopi pait tanpa gula untuk bapak, sebelum bekerja sebagai buruh selep padi di Pak Masrul yang ketika itu.., sebelum menjual tempe seperti yang kuceritakan tadi.
Pula wedhang jahe, saat kami merasa kedinginan. Terlebih saat musim penghujan, dengan pisang rebus…, kadang pula ubi-ubian yang kadang diberi sedikit garam, kadang juga direbus bersama gula merah…, kadang juga ubi-ubian itu direbus dengan parutan kelapa dan ditambah dengan gula merah, bila tak ada gula merah, gula putih pun jadi. Ibu membuat rasa yang berbeda-beda. Katanya, biar tidak bosan memakannya, walaupun hanya itu saja yang bisa disantap saat musim penghujan yang kerap membangunkan cacing-cacing di dalam perut setelah hibernasi saat musim panas.
Pula temulawak, pernah dibuat oleh ibu. Untuk Sri, adekku yang sangat sulit makan itu, meskipun kadang Sri dipaksa dan diminumkannya paksa oleh ibu saat Sri masih kecil. Sampai-sampai aku ikut memegangi kedua kakinya dan ibu memegangi tangannya, sambil memencet lubang hidungnya, agar ia membuka mulutnya untuk meminum jamu buatan ibu, pula untuk kebaikan penyakit lambung ibu.
Sadisskaaahh?? Sadiskah cara ibu, saat meminumkan jamu kepada Sri dengan cara seperti itu?

-Bersambung- 


0 komentar:

Posting Komentar