(Oleh: Andrew A. Navara)
Terlebih dahulu motor yang masih menggunakan motor bermesin
dua tak. Kau tahu apa itu mesin dua tak? Aku rasa kau akan menertawakan bila
kau mengetahuinya. Mungkin kau akan bilang, ‘Orang Kuno…, Ndesoo…, Nggak
Modern…, Terlalu Berisik.’ Memekakkan telinga. Bahkan asapnya akan mebuat orang
naik darah, khususnya yang naik darah orang-orang di zaman seperti sekarang
ini.
Ada pula ketika itu dua pasang
laki-laki dan perempuan berjalan bersama. Sang lelaki membawa peralatan tani,
sedangkan perempuannya membawa perlengkapannya. Terkadang juga petani perempuan
itu menjinjing rantang tumpuk yang berisi makanan dan lauk untuk makan siang
nantinya.
Bisa ditebak bila salah satu atau
salah duanya tidak membawa rantang bekal makan siangnya. Bukan…, bukan mereka
tidak memasak. Bisa jadi nanti setelah siang, ada anak perawannya yang akan
mengantarkan untuk orang tuanya itu. Cantik-cantik sekali anak perawan di
negeri terdahulu. Cantik yang sudah dari lahir. Bukan cantik karena polesan sana-sini
ketika keluar dari tempatnya.
Ukurannya rantangnya cukup
sedang, dengan lauk yang sekedarnya saja. Kadang sambal, kadang ikan asin.
Kadang pula ubi-ubian untuk memenuhi perut saat istirahat siang. Mengisi bahan
bakarnya agar tak tumbang.
Dulu, ketika orang sakit, tak banyak yang mengkonsumsi
obat-obatan yang seperti kau lihat ini. Obat-obatan kimia yang dibentuk berupa
kapsul dan tablet dengan berbagai macam warnanya. Menarik memang warnanya,
tetapi tak semenarik rasanya. Aku tak cukup menahu…, mengapa obat kimia itu
diberi warna yang berbeda-beda. Sempatkah kau memikirkan hal seperti itu, yang
seperti kupikirkan sebagai orang awam? Aku penasaran. Semoga saja ada jawabnya.
Ya.., semoga.
Mereka
meracik hasil tanaman obat yang dibuatnya sendiri dengan sebutan jamu. Bukan…,
tanaman itu bukan jamu. Melainkan ketika sudah menjadi bentuk yang berbeda,
baik digeprok atau diuleg itulah yang mereka sebut jamu.
Sekarang
sangat minim sekali tanaman obat yang ditemukan disetiap rumah. Kalaupun ada,
itu jumlahnya tak akan pernah banyak yang bisa ditemukan.
Kumis
kucing? Iya.., dulu banyak sekali tanaman ini dimana pun, tetapi sekarang ini
jarang sekali terlihat. Sudah tidak ada, atau para kucing tetangga memarahi si
empunya tanaman kumis kucing? Sebab kerap dikira anak-anak kecil kumis kucing
itu tumbuh dari kumis kucing yang berkaki empat dengan cara di-stek. Ada saja
memang imajinasi anak-anak kecil. Kau dan aku tidak akan pernah tahu apa yang
dimajinasikan mereka.
Hal
yang tidak bisa dilakukan oleh mereka dan bahkan kita menganggapnya ia tidak
akan pernah bisa, ia akan bisa. Seakan ia menunjukkan bahwa dirinya bisa
dihadapan kedua orang tuanya, atau pun dihadapan orang banyak yang sedang
menyepelehkan kemampuannya yang memang masih tergolong kecil.
Percaya
tak percaya, orang akan dibuatnya tertawa lepas saat ia, anak-anak kecil
tersebut gagal. Meskipun setelahnya ditertawan dan dielu-elukan karena
kegagalannya yang kemudian menyebabkan tangisnya pecah itu, tak surut untuk keesokan harinya. Ia
akan mengulangi hal yang sama, semacam menunjukkan bahwa dirinya bisa dan mampu
untuk itu.
Bukan
mereka tak memiliki pikiran seperti yang kau kira sampai-sampai kau akan
mengatakan bahwa, anak kecil belumlah punya rasa malu dan tak pernah ada
perasaan kepada apa yang didengarkannya itu.
Kau
salah besar. Tak tahukah kau, bahwa dalam kandungan pun saat umur beberapa
bulan, ia bisa berinteraksi kepada kedua orang tuanya, atau kepada orang yang
mengajaknya berinteraksi. Bahkan ia tahu kondisi ibunya yang mendapat perlakuan
baik atau buruk kepada orang yang di luar sana, meskipun ia tak melihat, ia
dapat mendengarkan dan dapat merespon melalui gerakan di dalam perut sang ibu
yang kemana pun akan dibawanya.
Ibu
adalah orang tua yang sangat luar biasa sekali. Ia mengeluh tetapi tak selalu;
ia lebih banyak menangis di balik lelakinya dan juga anak-anaknya, ia lebih
menyukai menangis dalam kesepiannya. Katanya, agar tidak membuat orang
sekitarnya ikut memikirkan hal yang tak seharusnya ikut dipikirkannya juga; ia
lebih nyaman bercerita kepada sesamanya…, lebih-lebih kepada ibunya… lalu
mengapa tidak dengan lelakinya? Ada memang, namun tak sebanyak perempuan yang
dapat mengadu kepada semua lelakinya bila berurusan dengan hal yang kecil,
terkecuali dalam hal yang sulit diselesaikannya.
Ibu…,
dalam diam… ia mengundang banyak tanya yang sulit bagimu dan bagiku untuk
menerjemahkan. Bukan hanya untuk dimengerti dengan apa yang ia inginkan…, melainkan
juga bagaimana kita bisa membuat ia sedikit mau mengerti pula dengan bahasa
kita yang sungguh-sungguh hati-hati dalam menyampaikannya. Ia terlalu sensitif.
Iya.., sensitif, bukan berarti lemah. Bila ia lemah, tak mungkin pula ia mampu
membawamu saat kau masih menjadi janin di dalamnya selama Sembilan bulan, dan
merasakan pula perkembanganmu dari bulan ke bulan di dalam perut dengan keadaan
yang membuatnya sesak.
Bukan
hanya perempuan yang dapat sensitif…, lelaki pun juga. Bukankah setiap anak akan
mendapatkan bagian dari sifat yang diturunkan kepada kedua orang tuanya? Baik
itu pada bapak dan ibunya?
Wedhang
jahe dan kopi. Kedua minuman itu yang kerap kuingat. Setiap pagi, selalu di
meja makan disediakan ibu wedhang kopi pait tanpa gula untuk bapak, sebelum
bekerja sebagai buruh selep padi di Pak Masrul yang ketika itu.., sebelum
menjual tempe seperti yang kuceritakan tadi.
Pula
wedhang jahe, saat kami merasa kedinginan. Terlebih saat musim penghujan,
dengan pisang rebus…, kadang pula ubi-ubian yang kadang diberi sedikit garam,
kadang juga direbus bersama gula merah…, kadang juga ubi-ubian itu direbus
dengan parutan kelapa dan ditambah dengan gula merah, bila tak ada gula merah,
gula putih pun jadi. Ibu membuat rasa yang berbeda-beda. Katanya, biar tidak
bosan memakannya, walaupun hanya itu saja yang bisa disantap saat musim
penghujan yang kerap membangunkan cacing-cacing di dalam perut setelah
hibernasi saat musim panas.
Pula
temulawak, pernah dibuat oleh ibu. Untuk Sri, adekku yang sangat sulit makan
itu, meskipun kadang Sri dipaksa dan diminumkannya paksa oleh ibu saat Sri
masih kecil. Sampai-sampai aku ikut memegangi kedua kakinya dan ibu memegangi
tangannya, sambil memencet lubang hidungnya, agar ia membuka mulutnya untuk
meminum jamu buatan ibu, pula untuk kebaikan penyakit lambung ibu.
Sadisskaaahh??
Sadiskah cara ibu, saat meminumkan jamu kepada Sri dengan cara seperti itu?
-Bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar