Rabu, 11 November 2015 | By: Unknown

2015 - Zaman Teknologi! Bukan Lagi Jamannya Nulis!!


2015
Zaman Teknologi! Bukan Lagi Jamannya Nulis!!
(Oleh: Andrew A. Navara)

Menulis??
Mungkin akan banyak definisi dari sebuah kata “Menulis.”
Menulis adalah suatu keindahan…. Menulis adalah suatu jejak…. Menulis adalah suatu perjalanan…. Menulis adalah suatu pelepasan emosi yang dirasa sudah bisa dilepaskan di dalam benak yang membelit, dan setelah kita menumpahkannya di atas secarik kertas dengan kata yang paling jujur akan merasakan suatu kepuasan, kepuasan yang meringakan sedikit beban…. Menulis adalah suatu kepuasan…. Atau.., menulis adalah suatu tanggung jawab yang sudah kita selesaikan bahkan mungkin suatu tanggung jawab yang akan kita selesaikan untuk esok, dua hari, dua minggu, dua bulan atau mungkin.., dua tahun.Dan masih banyak lagi jawaban yang ketika kita diberi suatu pertanyaan “Apa tujuanmu untuk menulis?”
Banyak yang merasa, pergeseran jaman merubah yang lalu menjadi lebih modern. So.. buat apa menulis. Nggak jamannya lagi nulis di jaman kebangkitan teknologi ini! Katanya seperti itu.
“Gak jaman broo/sist nulis. Emang lu kira ini jaman sekolah esde, esempe, esem’a? atau jaman kuliah yang banyak nulis-nulisnya. Apalagi nulis-nulis banyak rumus yang nggak penting. Atau mungkin nulis-nulis geje.. alay!! Penuh khayalan yang nggak masuk akal banget. Pembodohan dalam kepenulisan tuh!!”
Hmmm…
Kreatif sekali kata-kata mereka. Sampai lupa bahwa disetiap harinya mereka menulis.
“Emang nulis apaan?? Gue ngerasa nggak nulis apa-apa?” Nih dia nyaut lagi.
Serius? Mungkin cuman perasaanmu saja.
“Ye.., seriuslaahh!!”
Itu kata mereka. Mungkin ada juga pada sebagian dari Anda-Anda semua. (Ngakunya dalam hati aja, gak apa-apa. Tenaaang).
Ok.. Masih mau dilanjut pembahasan ini?
Baiklah, akan saya lanjut. Sebab sudah banyak yang ingin tahu. Apasih yang nggak saya tahu dari Anda. Hehe..
Saya tuh nggak habis pikir dengan mereka-mareka yang antipati pada hal-hal yang berbau tentang menulis. Ngakunya nggak banget nulis dan sampai bilang menulis (baca: penulis) itu lebaiiii (padahal dia lebai, coba liat nulis ‘i’ aja banyak kali), tapi nulis status di facebook, twitter, IG, BBM, whatsapp dengan berbagai macam kata yang hampir nyerempet-nyerempat persis sama penulis terkenal (saya rasa mereka adalah pemuja rahasia dari penulis itu. Iya pemuja rahasia, sampai-sampai ia tak mau mengakuinya. Malu dibilang ikutan lebay).
Awan.. turunkan hujan. Sebab setelahnya akan ada pelangi di salah satu sudut penjurumu. Tapi… bila hujan tak kunjung saja datang. Sudahlah.. sebab aku tahu, aku adalah pelangi di matanya. (Nah loohh.. ke-gap kan. Ini nih yang tadi yang ngakunya. Jaman teknologi nggak jamannya nulis. Perlu diketahui juga.. Menulis adalah keindahan. Jadi wajar saja sastrawan menulis dengan berbagai majas. Sebab majas/keindahan kata yang implisit itulah yang membedakan para sastrawan dan jurnalis/siswa/mahasiswa/mahasiswi menyelesaikan tugas skripsi/makalahnya).
Sudah.. sudah. Nggak usah saling menertawakan. Atau melihat dengan pandangan sinis disebelah Anda. Menertawakan = Mengejek. Dan. Mengejek = Menyalahkan.

Kata si Andrew A. Navara (Entah siapa Andrew A. Navara, itu?),

Hidup ini bukan masalah mengalah atau berusaha mengalahkan.
Bukan masalah mencari salah atau mempertahankan kesalahan.
Tetapi …
Masalah kebijaksanaan.
Bukan ...
Masalah mau atau tidaknya mengakui kesalahan.
Tanpa mengkambinghitamkan.
Atau melarikan.


***

Menulis itu nggak akan termakan oleh jaman, seperti teknologi lama yang digantikan dengan teknologi yang baru yang sudah terlihat oleh kedua mata kita.
Setinggi apapun teknolgi nantinya. Menulis akan tetap ada dan tidak akan pernah hilang, karenanya. Orang yang memiliki jabatan penting pun juga masih menulis. Masih nggak percaya?
Manajer Pemasaran. Dia suka nulis, target-target pemasaran dan strategi pemasaran; Manajer Keuangan. Dia suka nulis angka-angka, analisis data dari pengeluaran, pemasukan, aliran kas, perhitungan laba-rugi perusahaan milik direkturnya yang mempekerjakannya; Para pejabat pun, juga menuliskan aturan-aturan yang dibukukan yang sudah kita ketahui.
Jangankan para pemilik jabatan tinggi. Pekerja keras pun juga menulis hasil-hasil yang dikerjakannya. Sampai kapan pun, menulis tidak akan tergantikan sekali pun teknologi berkembang (masih nggak percaya? Sekarang banyak fasilitas gadget, sebut saja Tab. Fasilitas itu membantu mempermudah menulis dimanapun kita berada dengan berbagai fasilitas yang membuat kita nyaman, dan tidak menghabiskan banyak kertas. Faslitas gunakan sebaiknya, sebab fasilitas diciptakan untuk mempermudah kita, memanjakan kita untuk menggunakan sebagaimana kebutuhan kita. Bukan memanjakan kita, membuat kita leha-leha terbius lalu melupakan segala hal yang harus kita kerjakan lalu tidak kita kerjakan).
Tahu, kenapa mereka masih saja menulis sekalipun mereka adalah pemilik jabatan tinggi?
Saya kasih tahu. Ini rahasia kita semua… Setuju, bisa menjaga rahasia ini??
Mereka menulis,
Sebab mereka semua tahu bahwa menulis adalah sebuah histori masa yang lalu.
Mereka juga tahu, bahwa brain kita tidak mampu mengingat banyak hal yang sudah kita lewati. Tetapi brain kita unik. Dia (brain) bisa membuka catatan yang lalu setelah mengetahui historis yang sudah lama itu dibuka dan dibacanya lagi.
Itulah dahsyatnya menulis. Sebuah peninggalan jejak-jejak yang dahsyat saat membuka historis-historis di masa lalu itu.
Hmmm.., membuka masa lalu itu membuat sakit tauuu!! Makanya aku nggak mau nulis. Apalagi nulis diary. Semacam gimana gituuu. Nyesek.
Kata siapa nyesek berjalan di masa lalu dengan membaca tulisan di dalam diary? Justru dengan diary, Anda akan tergelak dan tersenyum simpul melihat msa lalu Anda dan berjuang untuk menjadi ebih baik. Bahkan lebih dari itu. Anda akan sadar sepenuhnya, seberapa besarnya kenikmatan dan kebarokahan yang sudah diberikanNya kepada kita, tanpa kita menyadarinya. Dan akan menyadarinya setelah kita membuka apa yang kita tulis.
Ah.. Anda lupa. Kita ada dan menjadi sekarang ini adalah karena peran masa lalu. Nggak usah takut nulis diary. Siapa tahu nanti Anda bisa menerbitkan diary Anda menjadi buku dan menghasilkan. Mungkin tak hanya menghasilkan, tetapi saling mengajarkan kepada para pembaca. Keren nggak tuh..? Dapat penghasilan dan juga dapat keberkahan dari nulis.  Nggak percaya? Kalau nggak percaya, yok nulis diari sekarang. Atau nulis-nulis proyek cerpen, novel.., mungkin?
So…
Menulislah.
Sedikit pun itu pada status-status di jejaring sosial, atau diary. Menulis adalah sebuah histori peninggalan jejak kita. Dan menulis pun juga dapat  menyehatkan dan meredahkan/melepaskan emosi kita. Masih nggak percaya? Tulis semua perasaan kita di dalam status atau apapun deh. Coba aja. Bagaimana kita akan tahu, kalau tidak mencobanya. Iya kan?
Semoga dalam jangka panjang, Indonesia memiliki ciri khas, Indonesia Menulis. Menuliskan semua emosi yang dirasakannya. Seperti ciri khas film India, menyelipkan nyanyian disetiap emosi yang dirasakannya.

- Selesai -


3 komentar:

Unknown mengatakan...

Pemilihan kata nya bagus.. keren bang andrew...

Unknown mengatakan...

Pemilihan kata nya bagus.. keren bang andrew...

Unknown mengatakan...

Terima kasih, mbak Dea Tara Ningtyas.
Semoga bermanfaat dan saling belajar :)

Posting Komentar