2015
Zaman Teknologi! Bukan
Lagi Jamannya Nulis!!
(Oleh: Andrew A. Navara)
(Oleh: Andrew A. Navara)
Menulis??
Mungkin akan banyak definisi dari sebuah kata “Menulis.”
Menulis adalah
suatu keindahan…. Menulis adalah suatu jejak…. Menulis adalah suatu
perjalanan…. Menulis adalah suatu pelepasan emosi yang dirasa sudah bisa
dilepaskan di dalam benak yang membelit, dan setelah kita menumpahkannya di
atas secarik kertas dengan kata yang paling jujur akan merasakan suatu
kepuasan, kepuasan yang meringakan sedikit beban…. Menulis adalah suatu
kepuasan…. Atau.., menulis adalah suatu tanggung jawab yang sudah kita
selesaikan bahkan mungkin suatu tanggung jawab yang akan kita selesaikan untuk
esok, dua hari, dua minggu, dua bulan atau mungkin.., dua tahun.Dan masih
banyak lagi jawaban yang ketika kita diberi suatu pertanyaan “Apa tujuanmu
untuk menulis?”
Banyak yang
merasa, pergeseran jaman merubah yang lalu menjadi lebih modern. So.. buat apa
menulis. Nggak jamannya lagi nulis di
jaman kebangkitan teknologi ini! Katanya seperti itu.
“Gak jaman broo/sist nulis. Emang lu kira ini jaman sekolah
esde, esempe, esem’a? atau jaman kuliah yang banyak nulis-nulisnya. Apalagi nulis-nulis
banyak rumus yang nggak penting. Atau mungkin nulis-nulis geje.. alay!! Penuh
khayalan yang nggak masuk akal banget. Pembodohan dalam kepenulisan tuh!!”
Hmmm…
Kreatif sekali
kata-kata mereka. Sampai lupa bahwa disetiap harinya mereka menulis.
“Emang nulis apaan?? Gue ngerasa nggak nulis apa-apa?” Nih dia nyaut lagi.
Serius? Mungkin cuman
perasaanmu saja.
“Ye.., seriuslaahh!!”
Itu kata mereka.
Mungkin ada juga pada sebagian dari Anda-Anda semua. (Ngakunya dalam hati aja, gak apa-apa. Tenaaang).
Ok.. Masih mau
dilanjut pembahasan ini?
Baiklah, akan
saya lanjut. Sebab sudah banyak yang ingin tahu. Apasih yang nggak saya tahu
dari Anda. Hehe..
Saya tuh nggak
habis pikir dengan mereka-mareka yang antipati pada hal-hal yang berbau tentang
menulis. Ngakunya nggak banget nulis dan sampai bilang menulis (baca: penulis)
itu lebaiiii (padahal dia lebai, coba
liat nulis ‘i’ aja banyak kali), tapi nulis status di facebook, twitter,
IG, BBM, whatsapp dengan berbagai macam kata yang hampir nyerempet-nyerempat
persis sama penulis terkenal (saya rasa mereka adalah pemuja rahasia dari
penulis itu. Iya pemuja rahasia, sampai-sampai ia tak mau mengakuinya. Malu
dibilang ikutan lebay).
Awan.. turunkan hujan. Sebab setelahnya akan ada pelangi di
salah satu sudut penjurumu. Tapi… bila hujan tak kunjung saja datang.
Sudahlah.. sebab aku tahu, aku adalah pelangi di matanya. (Nah
loohh.. ke-gap kan. Ini nih yang tadi yang ngakunya. Jaman teknologi nggak
jamannya nulis. Perlu diketahui juga.. Menulis adalah keindahan. Jadi wajar
saja sastrawan menulis dengan berbagai majas. Sebab majas/keindahan kata yang implisit
itulah yang membedakan para sastrawan dan jurnalis/siswa/mahasiswa/mahasiswi
menyelesaikan tugas skripsi/makalahnya).
Sudah.. sudah. Nggak
usah saling menertawakan. Atau melihat dengan pandangan sinis disebelah Anda.
Menertawakan = Mengejek. Dan. Mengejek = Menyalahkan.
Kata si Andrew A.
Navara (Entah siapa Andrew A. Navara,
itu?),
Hidup ini bukan
masalah mengalah atau berusaha mengalahkan.
Bukan masalah
mencari salah atau mempertahankan kesalahan.
Tetapi …
Masalah
kebijaksanaan.
Bukan ...
Masalah mau atau
tidaknya mengakui kesalahan.
Tanpa
mengkambinghitamkan.
Atau melarikan.
***
Menulis itu nggak
akan termakan oleh jaman, seperti teknologi lama yang digantikan dengan teknologi
yang baru yang sudah terlihat oleh kedua mata kita.
Setinggi apapun
teknolgi nantinya. Menulis akan tetap ada dan tidak akan pernah hilang,
karenanya. Orang yang memiliki jabatan penting pun juga masih menulis. Masih nggak
percaya?
Manajer Pemasaran. Dia suka nulis, target-target pemasaran
dan strategi pemasaran;
Manajer Keuangan. Dia suka nulis angka-angka, analisis data dari pengeluaran,
pemasukan, aliran kas, perhitungan laba-rugi perusahaan milik direkturnya yang
mempekerjakannya; Para pejabat pun, juga menuliskan aturan-aturan yang
dibukukan yang sudah kita ketahui.
Jangankan para pemilik jabatan tinggi. Pekerja keras pun juga
menulis hasil-hasil yang dikerjakannya. Sampai kapan pun, menulis tidak akan
tergantikan sekali pun teknologi berkembang (masih
nggak percaya? Sekarang banyak fasilitas gadget, sebut saja Tab. Fasilitas itu
membantu mempermudah menulis dimanapun kita berada dengan berbagai fasilitas
yang membuat kita nyaman, dan tidak menghabiskan banyak kertas. Faslitas
gunakan sebaiknya, sebab fasilitas diciptakan untuk mempermudah kita, memanjakan
kita untuk menggunakan sebagaimana kebutuhan kita. Bukan memanjakan kita,
membuat kita leha-leha terbius lalu melupakan segala hal yang harus kita
kerjakan lalu tidak kita kerjakan).
Tahu, kenapa mereka masih saja menulis sekalipun mereka
adalah pemilik jabatan tinggi?
Saya kasih tahu. Ini rahasia kita semua… Setuju, bisa menjaga
rahasia ini??
Mereka menulis,
Sebab mereka semua tahu bahwa menulis adalah sebuah histori
masa yang lalu.
Mereka juga tahu, bahwa brain kita tidak mampu mengingat
banyak hal yang sudah kita lewati. Tetapi brain kita unik. Dia (brain) bisa membuka catatan yang lalu
setelah mengetahui historis yang sudah lama itu dibuka dan dibacanya lagi.
Itulah dahsyatnya menulis. Sebuah peninggalan jejak-jejak
yang dahsyat saat membuka historis-historis di masa lalu itu.
Hmmm.., membuka masa
lalu itu membuat sakit tauuu!! Makanya aku nggak mau nulis. Apalagi nulis
diary. Semacam gimana gituuu. Nyesek.
Kata siapa nyesek berjalan di masa lalu dengan membaca
tulisan di dalam diary? Justru dengan diary, Anda akan tergelak dan tersenyum
simpul melihat msa lalu Anda dan berjuang untuk menjadi ebih baik. Bahkan lebih
dari itu. Anda akan sadar sepenuhnya, seberapa besarnya kenikmatan dan
kebarokahan yang sudah diberikanNya kepada kita, tanpa kita menyadarinya. Dan akan
menyadarinya setelah kita membuka apa yang kita tulis.
Ah.. Anda lupa. Kita ada dan menjadi sekarang ini adalah karena
peran masa lalu. Nggak usah takut nulis diary. Siapa tahu nanti Anda bisa
menerbitkan diary Anda menjadi buku dan menghasilkan. Mungkin tak hanya
menghasilkan, tetapi saling mengajarkan kepada para pembaca. Keren nggak tuh..?
Dapat penghasilan dan juga dapat keberkahan dari nulis. Nggak percaya? Kalau nggak percaya, yok nulis
diari sekarang. Atau nulis-nulis proyek cerpen, novel.., mungkin?
So…
Menulislah.
Sedikit pun itu pada status-status di jejaring sosial, atau
diary. Menulis adalah sebuah histori peninggalan jejak kita. Dan menulis pun
juga dapat menyehatkan dan meredahkan/melepaskan
emosi kita. Masih nggak percaya? Tulis semua perasaan kita di dalam status atau
apapun deh. Coba aja. Bagaimana kita akan tahu, kalau tidak mencobanya. Iya kan?
Semoga dalam jangka panjang, Indonesia memiliki ciri khas,
Indonesia Menulis. Menuliskan semua emosi yang dirasakannya. Seperti ciri khas film
India, menyelipkan nyanyian disetiap emosi yang dirasakannya.
- Selesai
-
3 komentar:
Pemilihan kata nya bagus.. keren bang andrew...
Pemilihan kata nya bagus.. keren bang andrew...
Terima kasih, mbak Dea Tara Ningtyas.
Semoga bermanfaat dan saling belajar :)
Posting Komentar