Aku terseyum melihatnya
yang begitu pandai berkilah ketika aku berdiri disampingnya disaat ia duduk dengan
seorang yang penting baginya, mungkin bagiku juga penting.
Melihat Geraknya.. aku
nyaris tertawa, karena gerak itu bak kebakaran jenggot. Ia berusaha menutupi
kesahannya yang sudah jelas TIDAK ADA LAGI YANG MENJADI KAMBING HITAM-nya saat
itu!!
Bangsat memang!! Selalu
mengambinghitamkan…!! Tak berlaku adil… Hanya karena orang lain tak menaruh
harga diri kepadanya. Lucu memang. Menyuruh harga diri orang lain tunduk
kepadanya, bukan menyuruh merendahkan hati menerima apa yang telah dialami.
Suara kecil di dalam
hatiku berkata sendiri tanpa komando, tanpa kesadaran. Ia berkata di bawah alam
sadarku.
“Sudahlah sabar..
sabar.. Tak perlu kau berontak menyerangnya, sebab kekuasaan besar ada padanya.
Lucu menang .. kekuasaan tertinggi tak mau menerima kesalahan. Tak mau koreksi
diri. Sebab dia yang memiliki kekuasaan. Ia lupa… bukankah serangan itu bisa dijadikan
pembelajaran? Instropeksi?
Mengingatkanku akan
kata Soe Hok Gie, “Guru yang tak tahan
kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan
murid bukan kerbau.” Lupakan saja menjadi pemimpin yang tak tahan kritik
oleh para anggotanya. Lupakan menjadi pemimpin yang tak mau menerima
kesalahannya dan selalu menyalahkan orang lain dan juga hobi mencari kambing
hitam, sebab melimpahkan kesalahan adalah hal terbaik untuk menghindari
masalah. Tetapi ia lupa!! Hal terbaik adalah mengakui kesalah. Dan yang salah
diberikan apresiasi, bukan hukuman yang membuat jera!! Bukan malah
berkesempatan menurunkan harga dirinya!
Ahh, sudahlah.... Kau sabar
saja. Apapun yang terjadi siaplah menerimanya. Menerima apapun itu. Bantah bilamana
ia benar-benar menurunkan harga dirimu. Sebab Tuhan pun juga tak mengijinkan
makhluknya diturunkan harga dirinya oleh sesama makhluknya. Atau mungkin doakan
saja biar dia sadar, itu lebih baik jika dibandingkan dengan berontak.” suara
seorang di dalam diriku.
-
Andrew A. Navara -
0 komentar:
Posting Komentar