Engkau
yang kini,
adalah kau yang dahulu.
adalah kau yang dahulu.
Satu yang
menjadi ribuan –ketika pengharapan itu muncul- Dan dari ribuan itulah bermuasal
dari kesatuan –dan pada ini, selalu-lah dilupakan, lalu kerap dikatakan bahwa
ribuah itu adalah berasal dari satu saja. Bukan dari kesatuan yang telah
menjadikan ia menjadi kini.
Engkau yang
pernah ada didahulu itu, tetaplah dikenang menjadi orang dahulu, jika saja
mereka mengenalmu. Tidak dengan yang tidak mengenalmu, apalagi orang yang baru
mengenalmu beberapa hari ataupun jam.
Kesombonganmu
akan tampak, jikalau kau bertingkah terlalu keluar daripada dirimu itu.
Perubahan memanglah perlu. Akan tetapi, bukan perubahan yang mengubahmu menjadi
pribadi yang tidak sejatinya pribadi daripadamu itu.
Kepribadianmu akan
dihancurkan dalam sekejap oleh kesombongan. Kepribadianmu akan diangkat
sedemikian rupa dengan akhlak dan juga sudut pandang yang tak memihak, sudut
pandang yang berbicara apa adanya, sudut pandang yang dibenci oleh lawan dan
disukai oleh korban yang benar-benar korban –bukan korban yang memanfaat segala
sesuatu hal untuk kepentingan diri dan juga golongannya.
Kau yang mudah
dihancurkan itu, kerap merasakan bahwa kau begitu kuat dan angkuh. Sebab kau
hanya mengingat pada apa yang kau miliki atas kekuasaanmu. Bukan mengingat pada
apa yang seharusnya menjadi kewajibanmu –tanggung jawabmu.
Kita.
Kita pada
mulanya membangun sesuatu hal untuk bisa dapat berdiri dan menjadi pribadi yang
tumbuh dan berkembang dengan baik dengan usaha yang tak main-main.
Akan tetapi
karena sombong dan terlalu terlena akan kekuasaan, pada akhirnya kitalah
sendiri yang menghancurkannya tanpa dengan usaha yang lebih, sebagaimana awal
mula kita membangun. Dan kemudian daripada itu -kehancuran itu- proporsi lebih
banyak adalah menyalahkan orang lain, sebagai sebab utama pada mulanya …, lalu
menyadari bahwa itu adalah kesalahan sendiri.
Sayang, seribu
sayang. Kesalahan yang pernah dilimpahkan kepada orang lain, tak keluar satu
kata ‘maaf’ dari kedua bibir yang pernah mencaci pada yang salah itu.
-Andrew
A. Navara-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar