Tuhan tidak
berkehendak. Justru aturan-aturanNya yang berkehendak dan kemudian menjadi
bagian kehendakNya.
Ia memberikan
kebebasan-kebebasan. Ia pula yang pada akhirnya meminta pertanggungjawaban atas
apa yang sudah dipilihnya itu. Sebab begitulah. Setiap apa yang dilakukan tentu
akan mendapatkan balasan atas apa yang dilakukan.
Orang yang mau
ke Sumatra, pasti tujuannya ke Sumatra. Nggak akan nyasar ke Jambi (misalnya).
Kalaupun nyasar, dia juga akan diberikan kebebasan. Kebebasan untuk memilih
berdiam di Jambi. Ataaauu, memilih menuju pada tujuannya itu yang ke Sumatra.
Kebebasan itulah
yang pada akhirnya menimbulkan kekuasaan yang sekenanya saja (lupa bahwa yang
sekenanya saja itu akan berdampak buruk pada dirinya, golongan, dan orang yang
berada dalam lingkungannya yang tak tahu apa-apa) kemudian dari yang kekuasaan
yang sekenanya saja, muncullah aturan-aturan yang mengharuskan untuk tunduk ini
itu yabg harus dipatuhi oleh semuanya, ya semuanya ... tetapi tidak dengan si
pembuat.
Jadi kesimpulan adalah:
Manusia adalah pemegang kehendak penuh atas dirinya.
Pemegang kehendak yang jika ingin ini-itu, harus mengikuti aturan-aturan;
cara-cara dari Tuhan melalui 'itu' yang sudah diketahui banyak manusia di muka
bumi ini. Dan yaaa ..., manusia itulah yang akan membawa kemana-kemana tujuan
dirinya sendiri itu.
-Andrew A. Navara-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar