Rabu, 28 Maret 2018 | By: Unknown

World In Comedy - Part 8: Jalankan dan Kembalikan Lagi, Ketika Usai Sudah


Beberapa minggu lalu, terdapat kasus plagiat yang di sosial media. Tak main-main, jumlah karya yang diplagiat olehnya itu sudahlah mencapai 24 karya terhitung pada saat itu yang sudah ditemukan. Semoga cukup 24 saja. Tidak lebih dari itu.
Miris? Ya sangat miris sekali. Bagaimana tidak? Bayangkan saja, ketika kita sudah capek-capek menulis, capek-capek menggali ide, dan lainnya-lainnya ..., kemudian karya kita dicomot hanya dalam waktu kurang dari semenit dan sisa yang lebih dari semenit itu bisa jadi digunakan untuk mengatur tata letak yang apik dan lain-lainnya yang sudah diambilnya itu.
Terdapat Pro dan Kontra. Jelas banyak yang kontra, karena mereka yang kontra itu sangatlah tidak setuju sekali. Apalagi mereka-mereka itu adalah para penulis yang sudahlah memiliki banyak karya dan banyak pengalaman di dunia kepenulisan.
Ada pula yang Pro. Lantaran beberapa mereka merasa kasihan hanya karena pernah berkenalan dekat -tentu ada yang sangat dekat juga merasa shock dan juga ada yang menjadi kontra pula.
Mereka kasihan pada psikis yang didapatkannya itu saat ini atas apa yang ia perbuat -ya, setiap apa yang kita perbuat maka itulah yang akan kita dapat, bukan?
Sayang, seribu saya. Di sini saya tidak akan berpihak kepada siapapun. Baik menjadi golongan Pro ataupun Kontra. Sebab pihak tersangka, merasakan kesedihan mendalam dan ditakutkan akan mengambil hal-hal yang tidak diinginkan. Satu pihaknya lagi, akan tersakiti karena didukung lantaran perbuatan itu hanya karena pernah mengenal dekat.
Mengapa saya berada di tengah-tengah saja? Tidak berpihak pada keduanya? Sebab saya pernah membaca suatu kisah Nabi Muhammad dan seorang putrinya Fatimah. Di saat itu Fatimh telah dituduh mencuri. Dan tak disangka, Nabi Muhammad, tidaklah membela anak perempuan yang sangat disayang oleh beliau. Melainkan menegakkan hukum dalam agamanya, islam.
Mungkin, kita juga pernah mendengar akan kisah tersebut, bukan?
“Dan pencuri, laki-laki dan wanita, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan mereka dan hukuman dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ” Al-Maidah: 38.
Nabi bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya aku memotong tangannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Bukankah begitu seharusnya? Jalankan sesuai hukum. Bukankah kita tersakiti ketika hukum tajam ke atas, tumpul ke bawah hanya karena yang bermateri dan yang berkenal dekat dengannya itu kemudian ditumpulkan proses penghukumannya?
Bukankah lebih baik, jalankan hukuman untuknya. Daaannn, ketika si tersangka yang sudah benar-benar diketahui akan kesalahannya itu sudah mendapatkan hukuman atas apa yang sudah diperbuat, dan tidak akan diulanginya kembali ..., maka, setidaknya kita memanusiakannya dia lagi setelah menerima hukuman yang memang pantas diberikan kepadanya itu dan ia menyesalinya kemudian tidak akan mengulanginya. Kita tentu akan marah, jika saja yang melanggar hukum kemudian hanya memberikan maaf saja kemudian selesai perkara, apalagi jika saja salah satu pihak yang misalnya saja tidak membiarkannya berjalan dan tidak berhenti di setelah permintaan maaf, ya itu hanya MISALKAN saja.
Jalankan prosesnya, ketika kedua belah pihak tidak mengiyakan kata sepakat untuk berdamai dan tidak akan diulangi kembali. Hukumlah ...,
dan ketika hukuman itu selesai ditunaikan dengan adil dan sebagaimana mestinya, maka kembalikan dia menjadi manusia-manusia yang seperti dulunya yang ketika sebelum menerima hukuman itu.
Manusia yang memiliki tanggung jawab, manusia yang memiliki kewajiban atas diri .. keluarga .. orang lain dan lainnya, serta manusia yang juga memiliki hak atas dirinya itu .. hak yang memang wajib didapatkankan dan diberikannya sebagaimana manusia lainnya.

-Andrew A. Navara-








0 komentar:

Posting Komentar